
Siap-siap! Grab & Traveloka Mau Listing di Bursa Wall Street

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan teknologi penyedia layanan on demand dan ride-hailing asal Singapura, Grab, dan perusahaan layanan jasa pemesanan tiket asal Indonesia, Traveloka, siap melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) di bursa Wall Street AS.
Sumber Bloomberg mengungkapkan, pekan ini Grab mengumumkan rencana IPO melalui perusahaan akuisisi bertujuan khusus atau special purpose acquisition company (SPAC) Amerika Serikat (AS) yang didukung oleh manajer investasi T. Rowe Price hingga Temasek Holdings Pte.
Dengan langkah IPO ini, valuasi perusahaan diprediksi bisa menembus lebih dari US$ 34 miliar atau setara dengan Rp 493 triliun (kurs Rp 14.500/US$). Nilai ini akan menjadi salah satu yang terbesar di segmen ini.
Sementara itu, Traveloka juga disebutkan akan mengikuti langkah Grab untuk IPO, melalui SPAC dengan dukungan miliarder Richard Li dan Peter Thiel.
Adapun valuasi Traveloka diprediksi mencapai US$ 5 miliar atau setara Rp 73 triliun. Hanya saja, para sumber Bloomberg tersebut menegaskan ketentuan atas kedua kesepakatan ini masih bisa berubah.
Dengan aksi korporasi dua perusahaan berstatus decacorn dan unicorn tersebut kian memicu semaraknya IPO dari perusahaan startup di Asia Tenggara setelah sebelumnya juga diberitakan Gojek dan Tokopedia merger untuk kemudian IPO dan startup asal Singapura PropertyGuru yang juga siap melantai di pasar modal.
Rajive Keshup, Direktur di Cathay Capital, menilai debut mereka memungkinkan investor untuk bertaruh pada kekuatan industri teknologi rintisan pasca-Covid dari sektor dominan sebelumnya di Asia Tenggara yang biasanya dikuasai lembaga keuangan dan konglomerat industri.
Dalam jangka panjang, dia juga berharap perusahaan teknologi yang tumbuh cepat ini bisa mendominasi perhatian investor sebagaimana terjadi di China dan AS. Apalagi di Asia Tenggara sudah ada perusahaan pemimpin game dan e-commerce Sea Ltd yang sudah tercatat di Bursa New York Stock Exchange (NYSE).
"Kami telah melihat tren serupa di pasar lain yang lebih mapan, dan sekarang ini adalah periode emas Asia Tenggara," kata Rajive Keshup. Perusahaan tempat Rajive, Cathay Capital, memiliki dana investasi global dengan nilai US$ 4 miliar atas aset yang dikelola.
"Kami berharap lebih banyak modal mengalir ke kawasan ini setelah pengumuman besar ini. Dan itu adalah indikator utama yang sangat baik tentang kesehatan wilayah ini."
Industri teknologi di Asia Tenggara saat ini menjadi rumah bagi sekitar 10 populasi dunia dan beberapa negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat seperti Indonesia, sudah terlambat untuk diakui.
Wilayah ini tidak memiliki satu pun perusahaan teknologi besar yang terdaftar di pasar modal AS sampai Sea masuk ke Wall Street alias go public di NYSE pada tahun 2017.
IPO Sea tersebut juga terlepas dari pertumbuhan populasi pengguna ponsel cerdas dengan kecepatan yang tidak tertandingi di sebagian besar dunia, didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan kebijakan pemerintah yang mendorong investasi di teknologi.
Potensi itu menarik investor seperti Amazon.com Inc. dan perusahaan besar China termasuk Tencent Holdings Ltd. dan Alibaba Group Holding Ltd., yang melihat konsumen Asia Tenggara yang semakin makmur sebagai kunci ambisi global mereka.
"Karena beberapa dari perusahaan ini mulai mendaftar [IPO], ini bisa sangat transformatif bagi pasar modal, yang telah didominasi oleh sektor tradisional seperti keuangan, real estat, dan komoditas," kata Joshua Crabb, Manajer Senior Robeco di Hong Kong, perusahaan investasi dengan dana kelolaan US$ 186 miliar.
"Ini berdampak besar pada sifat pasar di China selama dekade terakhir dan mungkin baru dimulai di ASEAN.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dikabarkan Mau IPO, Tokopedia Malah Mau Merger dengan Gojek