
Market Cap BCA-BRI Turun Sepekan, Bank Jago Melesat Rp 13 T

Tekanan di pasar saham Tanah Air datang baik dari dalam maupun luar negeri untuk perdagangan pekan lalu yang berakhir pada Kamis (1/4/2021).
Dari dalam negeri sentimen negatif datang dari kebijakan manajemen BPJS Ketenagakerjaan yang akan mengurangi porsi investasi di saham dan reksa dana.
Diketahui BPJSTK merupakan salah satu investor institusi raksasa. Sehingga apabila porsi investasi dikerdilkan berpotensi adanya arus uang keluar dari pasar modal dalam jumlah yang lumayan.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengungkapkan rencana pengurangan investasi tersebut dalam rapat dengar pendapat bersama Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan Komisi IX DPR, pekan lalu. Langkah tersebut dilakukan dalam rangka Asset Matching Liabilities (ALMA) Jaminan Hari Tua (JHT).
Sementara itu sentimen negatif yang berasal dari luar negeri adalah badai margin call yang menimpa saham perbankan AS juga memicu kekhawatiran seputar efeknya terhadap pasar keuangan global. Beberapa saham perbankan mengakui terkena forced sell (jual paksa) atas posisinya di short selling (jual kosong).
Pelaku pasar juga turut mencermati pergerakan imbal hasil (yield) surat utang AS tenor panjang yang terus menerus naik. Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun sempat menyentuh 1,75% dan mengungguli imbal hasil dari dividen S&P 500 yang hanya 1,5%.
Surat utang merupakan instrumen investasi yang relatif lebih aman ketimbang saham. Namun ketika obligasi memberikan imbal hasil yang lebih menarik maka opportunity cost memegang saham menjadi naik dan kurang menarik.
Di sisi lain kenaikan yield seolah mengisyaratkan kenaikan biaya meminjam (borrowing cost). Pasar mengantisipasi kalau-kalau The Fed akan mengetatkan likuiditas lewat tapering.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
