11 Saham IPO 'Crispy' Banget Gaes, Cek Faktanya!

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
06 April 2021 07:20
Diskusi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Diskusi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang kuartal I tahun ini, tercatat ada 11 emiten yang resmi melantai atau melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Emiten-emiten tersebut memiliki fokus bisnis yang beragam, mulai dari perkebunan, laboratorium, sampai produsen laptop asli Indonesia.

Lantas, bagaimana kinerja saham-saham IPO tersebut sejak awal listing?

Benarkah pernyataan segelintir pelaku pasar modal yang bilang, "oh saham IPO paling 3 hari ambruk lagi," begitu biasanya terlontar di grup-grup WhatsApp pelaku pasar.

Mari kita buktikan dengan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) ini.

Berikut gerak 11 saham 'pendatang baru' sejak awal IPO hingga 1 April 2021.

Bila menilik daftar di atas, mayoritas saham-saham IPO mencatatkan kinerja yang luar biasa sejak pertama kali melantai.

Tercatat hanya saham Ulima Nitra (UNIQ) yang membukukan rapor merah di antara yang lainnya.

Bahkan, ada dua saham yang sudah meroket mencapai 2.500%, yakni saham emiten bisnis data center DCI Indonesia (DCII) dan saham Bank Net Syariah (BANK).

DCII mencatatkan lonjakan harga tertinggi di antara saham IPO lainnya.

Barangkali, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi kenaikan fantastis ini, misalnya, banyak investor kakap dan ritel yang tertarik dengan prospek emiten ini ke depannya.

Selain itu, faktor lainnya bisa berkaitan dengan DCII yang lebih dahulu melantai dibandingkan emiten lainnya, yakni pada 6 Januari 2021.

Mengenai hal ini, bisa saja saham emiten yang baru melantai akhir bulan lalu seperti emiten produsen laptop Zyrex (ZYRX) dan emiten perhotelan Sunlake Hotel (SNLK) melampaui kinerja saham DCII.

Meskipun, hal tersebut bukanlah keniscayaan atau satu-satunya jaminan. Ambil contoh, emiten perkebunan FAP Agri (FAPA) tercatat 2 hari lebih cepat dibandingkan DCII, tetapi mencatatkan kenaikan yang lebih rendah, 40,22%.

Akibat kenaikan harga saham DCII yang luar biasa ini membuat BEI mensuspensi atau menghentikan perdagangan saham tersebut sementara sebanyak tiga kali. Terakhir, otoritas bursa 'menggembok' DCII sekitar sebulan lebih, yakni sejak 11 Februari sampai 18 Maret 2021.

Setelah kembali beraktivitas di bursa, saham DCII lebih banyak memerah ketimbang menghijau. Tercatat, sejak 18 Maret lalu, saham perusahaan yang berdiri sejak 2011 silam ini ambles tujuh kali, dan hanya menghijau tiga kali, sisanya stagnan satu kali.

Jika menilik fundamental emiten milik pengusaha Toto Sugiri ini, sepanjang tahun lalu DCII membukukan kinerja yang positif. Perusahaan mencetak laba bersih senilai Rp 183,14 miliar, melesat 71,74% dari laba bersih tahun sebelumnya.

Kenaikan laba bersih tersebut seiring kenaikan pendapatan usaha, dari Rp 489,86 miliar pada 2019, melonjak 55,02% menjadi Rp 759,37 miliar.

Sebagai informasi, DCII melepas sebanyak 357,56 juta saham baru yang setara dengan 15% dari modal disetor dan ditempatkan perseroan, dengan harga penawaran sebesar Rp 420 per saham. Dengan IPO tersebut, perseroan meraih dana sebesar Rp 150,17 miliar. Adapun saham DCII dicatatkan di papan pengembangan.

Seiring dengan kebutuhan pasar data center di Indonesia terus berkembang, perusahaan berencana akan membangun gedung data center baru di dalam area data center seluas 8,5 hektar dengan total kapasitas listrik sebesar 200 MW.

NEXT: Apa Benar Saham IPO Cuma Beberapa Hari Saja Naik?

Di tempat kedua, ada saham emiten bank digital BANK yang menjadi 'primadona' pelaku pasar sejak awal IPO. Saham ini terus dikoleksi investor hingga mencatatkan lonjakan harga hingga 2.472,82% sejak awal IPO.

Saham Bank Net Syariah ini 'terbang' seiring sentimen narasi bank digital yang berhembus sejak beberapa waktu lalu.

Tetapi, kenaikan yang 'tidak tanggung-tanggung' tersebut membuat saham BANK diganjar 'hukuman' oleh pihak bursa. Saham BANK, bersama waran perseroan (BANK-W), sudah tiga kali disuspensi. Terakhir, BANK digembok pada 16 Maret lalu, dan belum dibuka kembali hingga saat ini.

Fenomena saham-saham baru IPO yang langsung 'terbang' dan menyentuh batas auto rejection atas (ARA) menjadi sesuatu yang lazim ditemui di bursa.

Terbaru, pada perdagangan Kamis pekan lalu (1/4), saham produsen laptop Zyrex, ZYRX, menjadi pemuncak top gainers setelah melejit 24,62% ke Rp 486/saham.

Semenjak resmi melantai di bursa, pada Selasa (30/3), ZYRX terus melesat dan menyentuh batas auto rejection atas (ARA) 25% selama tiga hari beruntun.

Akan tetapi, investor sebaiknya perlu berhati-hati dalam mengoleksi dan berburu saham IPO. Ini karena, dalam kasus-kasus tertentu, saham IPO biasanya hanya melesat di awal-awal saja, katakanlah dua atau tiga hari sejak IPO.

Setelah melonjak dan bergerak liar, saham-saham IPO tersebut bisa saja 'dibanting' dan ambles menyentuh batas auto rejection bawah (ARB).

Ini karena, dalam kasus tertentu, investor kakap bisa melakukan aksi cornering alias 'aksi goreng saham' hingga suatu saham bisa mencapai ARA, untuk kemudian diturunkan ke harga tertentu apabila dimungkinkan.

Ambil contoh, saham emiten kontraktor tambang UNIQ juga sempat menyentuh ARA, meskipun akhirnya ambrol. Bahkan, per 1 April 2021, harga saham ini malas ambles 9,32% ke Rp 107/saham dari harga saham saat IPO di Rp 118/saham.

Setelah 'diterbangkan' selama 2 hari sejak IPO pada 8 Maret 2021, selanjutnya saham UNIQ 'dibanting' hingga 8 hari beruntun yang menyebabkan harga sahamnya anjlok dari Rp 195/unit menjadi Rp 112/unit atau depresiasi 42,56%.

Sebagai informasi, Ultima Nitra menawarkan sebanyak 300 juta saham baru atau setara 9,56% dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah IPO.

Saham baru tersebut ditawarkan pada harga Rp 118 per saham sehingga keseluruhan dana IPO yang terkumpul adalah sebesar Rp 35,4 miliar.

Dengan mengacu pada kasus di atas, bagi investor yang ingin berburu saham-saham IPO dalam jangka pendek, sebaiknya siap-siap menahan napas.

Namun, apabila pembelian suatu saham IPO tersebut didasarkan pada prospek jangka panjang yang positif, barangkali fluktuasi harga yang bergerak liar di awal tampaknya tidak akan menjadi masalah yang berarti.

Jadi bagi Anda yang punya horizon investasi jangka panjang, mengoleksi saham-saham IPO dengan fundamental yang baik bisa jadi pilihan. Namun bagi trader dengan time frame pendek dalam bertransaksi saham, bisa jadi saham-saham IPO jadi buruan, tentu dengan menerapkan strategi trading masing-masing.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular