
Terungkap! Begini Kinerja Saham-saham Investasi BP Jamsostek

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) untuk mengurangi investasi di pasar modal, termasuk saham dan reksa dana, menjadi sentimen negatif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak Selasa (30/3/2021) dan berlanjut di Rabu kemarin (31/3).
Pihak BP Jamsostek beralasan, kedua jenis investasi tersebut membuat dana program Jaminan Hari Tua (JHT) terus menyusut.
Sebagaimana diketahui, pasar modal terus bergerak dinamis, sehingga kadangkala suatu efek, seperti saham, bisa mengalami kenaikan atau malah kontraksi.
Masalahnya, menurut BP Jamsostek, akibat adanya pergerakan harga di pasar modal sejak 2017, Rasio Kecukupan Dana (RKD) program JHT terus merosot alias tidak mencapai 100%.
Adapun porsi investasi BP Jamsostek saat ini di saham sebesar 14%, berada di bawah porsi obligasi yang sebesar 65%. Sementara, di posisi ketiga ada di deposito sekitar 12%.
Sementara, dana juga diinvestasikan sebesar 8% di reksa dana, di investasi properti sebesar 0,4% dan paling kecil ditempatkan melalui penyertaan langsung sebesar 0,1%.
Lalu, bagaimana sebenarnya kinerja saham-saham portofolio milik BP Jamsostek, setidaknya dalam satu tahun belakangan?
Untuk melihat kinerja saham-saham tersebut, Tim Riset CNBC Indonesia menggunakan laporan tahunan BP Jamsostek pada 2019. Ini karena laporan tahunan 2020 belum dirilis sampai saat tulisan ini ditulis.
Karenanya, Tim Riset tidak bisa memastikan saham-saham apa saja yang sudah dijual atau dibeli oleh pihak BP Jamsostek pada sepanjang tahun lalu.
Asal tahu saja, berdasarkan laporan keuangan BP Jamsostek terakhir pada 2019, porsi saham sebesar 17,21% dengan realisasi imbal hasil sebesar Rp 5,01 triliun. Angka ini di bawah imbal hasil dari surat utang yang sebesar Rp 20,07 triliun.
Sementara, total return atau imbal hasil investasi BP Jamsotek dari semua portofolio perusahaan sebesar Rp 29,15 triliun.
![]() Investasi BP Jamsostek 2019 |
Berikut ini kinerja 10 besar saham-saham yang dimiliki BP Jamsostek per akhir 2019, terdiri dari saham-saham pihak berelasi (BUMN) dan pihak ketiga (saham emiten swasta non BUMN).
Adapun yang diambil masing-masing hanya lima.
Dari data di atas, mayoritas saham yang ada di daftar tersebut mengalami kenaikan yang berarti, bahkan ada yang mencapai 280%.
Meskipun, tercatat ada dua saham yang malah membukukan rapor merah alias minus, yakni emiten telekomunikasi pelat merah TLKM dan sang raja otomotif ASII.
Saham emiten nikel dan emas pelat merah, ANTM, mencatatkan kenaikan tertinggi dalam setahun terakhir, yakni meroket 284,62%. ANTM mengungguli saham produsen baja KRAS yang juga melejit 165,35% dalam satu tahun belakangan.
Melesatnya saham ANTM tersebut diikuti oleh kinerja fundamental yang oke di sepanjang tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, laba bersih ANTM tahun lalu tercatat mencapai Rp 1,14 triliun. Angka ini melesat 492,90% dengan laba bersih di periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 193,85 miliar.
Tetapi, kenaikan laba bersih itu diikuti oleh penjualan emas yang merosot. Penjualan emas 2020 turun sebesar 36% dari tahun sebelumnya yakni sebesar 34.023 kg. Sedangkan, dari sisi produksi juga terkoreksi 17% dari tahun sebelumnya yakni 1,963 kg dari tambang yang sama.
Berbeda dengan ANTM, saham emiten Induk Grup Astra, ASII, malah 'nyungsep' 7,46% dalam setahun terakhir.
Seiring dengan amblesnya harga saham, pada tahun lalu perolehan laba bersih perusahaan yang juga bergerak di bisnis pertambangan dan perkebunan ini tercatat jeblok.
Tahun lalu, laba bersih ASII drop 26% menjadi Rp 16,16 triliun dari sebelumnya Rp 21,71 triliun.
Merosotnya kinerja Astra disebabkan, salah satunya, oleh merosotnya laba bersih divisi otomotif sebesar 68%.
Informasi saja, segmen otomotif menyumbang pendapatan terbesar ASII, yakni 38,81% pada 2020, di atas persentase pendapatan bersih dari segmen alat berat dan pertambangan yang sebesar 34,47%.
NEXT: Dampak Saham-saham LQ45
