Analisis
Ambruk Berhari-hari, Awas Forced Sell Mengintai IHSG!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi parah pada perdagangan terakhir bulan Maret, Rabu (31/3/2021), di tengah serbuan sentimen negatif dari dalam dan luar negeri. IHSG ambruk 1,42% menjadi 5.985,52.
Nilai transaksi bursa terhitung tipis, yakni sebesar Rp 12,1 triliun, sedangkan investor asing mencetak penjualan bersih (net sell) Rp 1,03 triliun di pasar reguler.
Data BEI mencatat, koreksi signifikan juga terjadi di saham-saham lapis atas seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang turun 2,81%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang terkoreksi 2,22%, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang ambruk 2,77%.
Ketiga saham perbankan tersebut merupakan tulang punggung indeks lantaran kapitalisasinya jumbo (big cap), sehingga apabila saham-saham tersebut terkoreksi maka IHSG akan sangat tertekan.
Bahkan saham PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) terkoreksi parah mendekati level ARB (auto reject bawah) di angka 6,71%, selain itu big cap lain yang terkoreksi parah adalah PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang ambruk 2,55%.
Ambruknya saham-saham lapis atas alias blue chip ini ditakutkan akan mengakibatkan margin call yang berujung padaforced sell.
Margin xall sendiri akan terjadi apabila anda melakukan pembelian saham-saham yang marginable (lewat transaksi margin, mayoritas saham blue chip) dengan melakukan pinjaman terhadap sekuritas dengan jaminan saham.
Akan tetapi apabila saham yang anda jaminkan turun nilainya maka sekuritas akan meminta anda untuk menambah modal, hal inilah yang biasanya disebut dengan margin call.
Apabila ternyata anda tidak dapat menambah modal dalam kurun waktu 1-2 hari maka sekuritas terpaksa menjual saham-saham yang anda miliki secara paksa atau biasanya disebut forced sell.
Selain itu potensi terjadinya forced sell apabila investor melakukan pembelian menggunakan trading limit (TL) akan sangat terbuka apabila pasar saham sudah ambruk parah 4 hari beruntun, karena 2 hari pertama pembelian saham menggunakan pinjaman masih aman, di mana hari ketiga akan disuspensi buy ,dan selanjutnya di hari ke-empat akan diforced sell.
Diketahui IHSG sudah terkoreksi sejak 29 Maret. Saat itu IHSG ambruk 0,46%, 30 Maret 1,55%, dan terakhir kemarin 31 Maret IHSG terkoreksi 1,42%.
Apabila seorang pelaku pasar melakukan pembelian dengan fasilitas trading limit saat IHSG hijau yakni di tanggal 26 Maret, saat itu IHSG melesat 1,19%, maka apabila per tanggal 31 Maret kemarin sang pelaku pasar belum melakukan aksi jual atau pun menutup pinjaman dengan menambah dana maka per hari ini sekuritas dapat melakukan jual paksa terhadap saham yang dibeli dengan uang pinjaman oleh sang pelaku pasar.
Indikasi akan terjadi forced sell juga terlihat dari kecilnya transaksi bursa pada perdagangan kemarin yang hanya berkisar di angka Rp 12 triliun sedangkan biasanya transaksi di IHSG berkisar Rp 15 triliun.
Kecilnya transaksi ini bisa mengindikasikan banyak trader nyangkut yang terkena suspend buy sehingga tidak bisa lanjut bertransaksi di pasar modal.
Koreksi di bursa nasional terjadi menyusul kombinasi sentimen negatif dari dalam dan luar negeri yang menyergap bursa secara bersamaan.
Sentimen negatif dari dalam negeri muncul dari wacana pengurangan investasi saham dan reksa dana BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek).
Diketahui BPJS merupakan salah satu investor institusi raksasa sehingga apabila porsi investasi dikerdilkan berpotensi adanya arus uang keluar dari pasar modal dalam jumlah yang lumayan.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengungkapkan rencana pengurangan investasi tersebut dalam rapat dengar pendapat bersama Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan Komisi IX DPR. Langkah ini dilakukan dalam rangka Asset Matching Liabilities (ALMA) Jaminan Hari Tua (JHT). Ada tiga strategi yang disampaikan BP Jamsostek.
"Pertama, strategi investasi dengan melakukan perubahan dari saham dan reksa dana ke obligasi dan investasi langsung sehingga bobot instrumen saham dan reksa dana semakin kecil," jelas Anggoro, Selasa (30/3/2021).
Sementara itu, risiko pelarian modal (capital outflow) kian membayang tekanan jual sejalan dengan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) bertenor 10 tahun ke posisi tertinggi selama 14 bulan yakni di level 1,7%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
BP Jamsostek Pangkas Investasi, Saham-saham Blue Chip Jeblok!
(trp/trp)