
Rupiah Memang Lemah, Tetapi Harapan Tidak Punah!

Penurunan yield tidak lepas dari sejumlah data ekonomi AS yang kurang oke. Paling anyar, inflasi AS (yang dicerminkan oleh Personal Consumption Expenditure/PCE inti) pada Februari 2021 ada di 1,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year). Melambat dibandingkan laju Januari 2021 yang sebesar 1,5% YoY.
Secara bulanan (month-to-month) laju PCE inti juga melambat. Pada Februari 2021, angkanya adalah 0,1% dibandingkan 0,2% pada bulan sebelumnya.
Ini menandakan bahwa permintaan di Negeri Adikuasa belum pulih betul. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), yang membuat 9,5 juta orang masih mengganggur, membuat permintaan masih lemah.
"Kami memang memperkirakan inflasi akan naik tahun ini, Namun tidak besar dan berkelanjutan," tegas Jerome 'Jay' Powell, Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed), dalam Rapat Kerja bersama Kongres, pekan ini.
Oleh karena itu, kemungkinan besar The Fed tidak akan melonggarkan kebijakan moneter dalam waktu dekat. Suku bunga acuan akan tetap bertahan rendah mendekati 0%, dan gelontoran likuditas melalui quantitative easing sebesar US$ 120 miliar/bulan terus berjalan.
Perkembangan ini membuat investor tidak lagi berani 'bertaruh' bahwa yield bisa naik terus. Akhirnya yield terkoreksi sehingga membuat depresiasi rupiah menipis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
