Internasional

Josss, Wall Street Melesat 1% Lebih!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 March 2021 06:49
Trader Peter Tuchman works on the floor of the New York Stock Exchange, (NYSE) in New York, U.S., April 27, 2018. REUTERS/Brendan McDermid
Foto: REUTERS/Brendan McDermid

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) menguat tajam pada perdagangan akhir pekan ini. Wall Street juga menguat secara mingguan.

Pada Sabtu (27/3/2021) dini hari waktu Indonesia, tiga indeks utama di Wall Street ditutup di jalur hijau. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 1,39%, S&P 500 melonjak 1,66%, dan Nasdaq Composite melompat 1,24%.

Dengan penguatan ini, DJIA mencatatkan penguatan mingguan sebesar 1,4% dan S&P 500 naik 1,6%. Namun Nasdaq masih terkoreksi 0,6%.

Sepertinya pekan ini investor mulai berani 'menyerok' saham yang harganya memang sudah murah. Pekan sebelumnya, S&P 500 turun 0,77%. Investor tentu ingin mempercantik portofolio mereka jelang akhir kuartal I-2021.

Akan tetapi, risiko di Wall Street (dan bursa saham dunia) tetap tinggi. Sebab, tren kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS masih terjadi.

Pada pukul 05:43 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 1,6742%. Naik 6,02 basis poin (bps) dibandingkan hari sebelumnya. Sepanjang 2021, yield instrumen ini melonjak 76,22 bps.

Ekonomi AS yang semakin membaik membuat ekspektasi inflasi di Negeri Paman Sam terungkit. Bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memperkirakan inflasi pada akhir 2021 akan berada di 2,4%.

"Sulit untuk menahan pertumbuhan ekonomi. Kami telah menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi secepat kami menurunkannya tahun lalu," kata Carl Tannenbaum, Kepala Ekonom Northern Trust dalam acara Reuters Global Markets Forum.

Ya, pertumbuhan ekonomi yang mendorong laju inflasi bisa berakibat The Fed bakal mulai mengetatkan kebijakan moneter. Suku bunga acuan yang sekarang 0-0,25%, terendah dalam sejarah, bisa naik lebih cepat dari perkiraan.

"Hal yang dikhawatirkan adalah ekonomi bergerak terlalu cepat. The Fed bisa saja berubah pikiran," tambah Marvin Loh, Senor Global Macro Strategist di State Global Markets, seperti dikutip dari Reuters.

Saat suku bunga acuan betul-betul naik, maka yield (yang sensitif terhadap suku bunga) akan ikut terungkit. Akibatnya, investor akan semakin condong ke pasar obligasi ketimbang saham.

Jika bursa saham AS melemah, maka akan menjadi sentimen negatif bagi pasar saham dunia. Oleh karena itu, investor di pasar saham (termasuk Indonesia) harus selalu waspada.


(aji/aji) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular