Waspada Bank Kakap RI! Ada 'Kuda Hitam' Baru dari Singapura

tahir saleh & Ferry Sandria, CNBC Indonesia
31 March 2021 09:15
Ilustrasi Ojek Online
Foto: Shopee/Dok Sea Ltd

Di Singapura, kisah mengenai akselerasi bisnis Sea Group juga menjadi perhatian media internasional.

Salah satu artikel di Reuters yang juga dikutip The Straits Times berjudul "FOCUS-In Southeast Asian internet battle, Sea's rise sends rivals scrambling," yang ditulis pada 24 Maret 2021 oleh Fanny Potkin dan Anshuman Daga, dan Aradhana Aravindan mengulas persaingan ini.

Artikel tersebut menceritakan betapa cepat pergerakan bisnis Shopee Food milik Sea, bersaing dengan pemimpin pasar Gojek dan Grab di Ibu Kota Jakarta.

"Sepanjang jalan kota Jakarta, dari pusat kota hingga masuk ke gang-gang sempit sekalipun, dari restoran kelas atas hingga warung kecil milik keluarga, pengemudi kendaraan dengan jaket hijau terlihat sabar mengantre. Di antara mereka terselip beberapa pengemudi jaket berwarna oranye milik Sea, mereka menunggu pesanan di samping pengendara berjaket hijau dari Gojek dan Grab," tulis Reuters.

"[Sektor ini] menjadi medan pertempuran baru untuk supremasi [bisnis] teknologi di Asia Tenggara."

Sea memang lagi di atas angin.

Setelah sukses di bisnis game lewat Garena yang berhasil cuan, grup bisnis ini berinvestasi besar-besaran pada merek e-commerce Shopee, yang berhasil mengalahkan Lazada milik Alibaba dan saingan lainnya dalam beberapa tahun terakhir.

Harga saham mereka pun naik 5 kali lipat dalam setahun terakhir di Wall Street (NYSE), menjadikan Sea punya nilai pasar US$ 111 miliar atau setara dengan Rp 1.554 triliun (kurs 14.000/US$).

Kapitalisasi pasarnya melebihi bank dengan market cap terbesar di Bursa Efek Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 791 triliun per Jumat (26/3/2021) atau PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Rp 582 triliun atau bahkan Bank Jago Rp 137 triliun.

Kehadiran Shopee Food kini menjadi ancaman baru bagi rival regional termasuk penyedia layanan antar-jemput dan pengiriman raksasa Grab dan GoJek.

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Google, Tamasek dan Bain & Company, ada 400 juta pengguna internet dalam ekonomi digital Asia Tenggara menjadi rebutan, ekonomi yang diperkirakan membesar tiga kali lipat menjadi US$ 309 miliar atau setara Rp 4.326 triliun di tahun 2025.

Raksasa teknologi, termasuk Tencent asal China (investor utama di Sea), lalu Alibaba, Google, dan Softbank Group Corp, adalah pendukung besar di balik Gojek dan Grab.

Bahkan sumber Reuters membisikkan, salah satu alasan ekspansi agresif Sea inilah yang memicu terjadinya diskusi merger antara Gojek dan platform e-commerce Tokopedia.

Perusahaan Indonesia tersebut ingin menciptakan raksasa baru senilai US$ 18 miliar atau Rp 252 triliun untuk melawan Sea dan raksasa regional Grab.

Sementara itu, Grab dan lainnya, termasuk aplikasi perjalanan Traveloka dan e-commerce unicorn Indonesia Bukalapak, bergegas menggelar penawaran umum saham perdana ke publik alias initial public offering (IPO), berharap dapat memanfaatkan coattails effect (efek ekor jas, efek karena kepopuleran sesuatu) dari reli saham Sea sambil mempertahankan bisnis utama mereka, sebagaimana disebutkan beberapa narasumber Reuters.

Willson Cuaca, salah satu pendiri East Ventures dan pendukung awal pendanaan Tokopedia, sempat bercanda saat membandingkan Sea dengan Thanos, tokoh penjahat terkuat dalam serial film Marvel, Avengers.

"Sea seperti Thanos, sangat besar dan kuat, dan mampu mengalahkan separuh dunia, atau dalam hal ini separuh dari startup," kata Wilson, dikutip Reuters.

"Seperti Avengers, perusahaan perlu bersatu jika mereka ingin memastikan kelangsungan hidup mereka dan memenangkan perang."

NEXT: Pertarungan di Bank Digital

(tas/tas)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular