
Waspada Bank Kakap RI! Ada 'Kuda Hitam' Baru dari Singapura

Data CNBC mencatat, harga saham Sea di NYSE pada Jumat pekan lalu (26/3) ditutup melesat 3,27% di level US$ 209,24/saham atau Rp 2,9/saham. Sahamnya sempat meroket menjadi US$ 285/saham dan year to date naik 5.12%.
Reli harga saham Sea mencerminkan langkanya pilihan bagi investor yang mencari eksposur di sektor internet Asia Tenggara yang sedang berkembang pesat.
Sea melantai di bursa NYSE pada 2017 dan telah mengumpulkan sekitar US$ 7 miliar atau Rp 98 triliun dalam penjualan saham perdana (IPO) dan dari utang, dengan investor awal Tencent dan sekarang memegang sekitar 20% saham.
Sejumlah bankir dan eksekutif yang mengetahui kabar ini menilai, nafsu sejumlah investor pesaing Sea untuk mempercepat IPO dan mencari dana segar dipicu cepatnya akselerasi Sea, baik di pasar keuangan dengan mengakuisisi bank kecil maupun di bisnis konsumer dan logistik serta e-commerce yang digeluti Gojek, Grab, Tokopedia, Bukalapak dan kawan-kawan.
Sumber Reuters mengatakan merger Gojek-Tokopedia, yang kemungkinan akan selesai dalam beberapa pekan, akan diikuti oleh penawaran saham di BEI pada paruh kedua tahun 2021, kemudian mega IPO di Amerika Serikat yang ditargetkan berlangsung pada 2022.
Grab dan Traveloka, juga ikut berbenah, mereka sedang berusaha mempercepat proses dengan bergabung dengan perusahaan akuisisi bertujuan khusus (special purpose acquisition company/SPAC) alias perusahaan cek kosong, kata sumber tersebut. Bukalapak juga merencanakan hal yang sama, setelah IPO Jakarta 2021.
"Pasar cukup menyambut baik saham teknologi. Ini adalah peluang bagi Grab jika mereka siap," ungkap Jixun Foo, Managing Partner di GGV Capital, perusahaan yang telah berinvestasi di Grab.
Sebetulnya, jika melihat laju bisnis Sea yang agresif ke konsumer dan perbankan, kesuksesan tersebut tak bisa dilepaskan dari bisnis game online mereka, Garena. Game yang mereka rilis tahun 2017, Free Fire, menjadi game yang paling banyak diunduh secara global selama 2 tahun terakhir.
Mereka menggunakan uang tunai dari Garena untuk mengulangi kesuksesannya di bisnis e-commerce, pengiriman makanan, dan layanan keuangan. Tentu saja yang dimaksud ialah lewat Shopee, Shopee Food, dan SeaMoney yang di Jakarta sudah ada SeaBank Indonesia.
Divisi e-commerce Sea, Shopee, dimulai pada 2015 sebagai platform bagi pedagang lokal dan langsung dilirik oleh pedagang regional. Saat ini, Shopee telah melampaui Lazada sebagai pemain e-commerce top regional dan Tokopedia sebagai pemimpin lokal di Indonesia, salah satunya berkat inovasi seperti penambahan fitur sosial ke dalam layanannya.
Baik Gojek maupun Grab, yang telah terus menerus melakukan pembicaraan merger satu sama lain selama bertahun-tahun, percaya bahwa mereka dapat menangkal ekspansi Sea ke bisnis pengiriman makanan berkat jaringan logistik yang ampuh dan memiliki keuntungan sebagai pemain awal.
Tapi perusahaan tersebut menghadapi kesulitan dalam menyamai diskon yang ditawarkan Sea di Indonesia.
Di Vietnam, menurut laporan bulan Januari oleh Momentum Works, layanan pesan-antar makanan milik Sea yang bernama Now, merupakan pemimpin pasar, sementara Grab berada di peringkat kedua.
Chief Operating Officer (COO) Momentum Works Yorlin Ng, mengatakan sektor pengiriman makanan Asia Tenggara tumbuh 183% pada tahun 2020.
"Now memiliki keuntungan menjadi pemain lokal dan lebih awal," kata Ng.
"Dukungan Sea tentu saja membantu," katanya.
Di Indonesia, Shopee Food merayu para vendor dengan menggembar-gemborkan basis pengguna raksasa mereka, 80 juta pengguna, dan berjanji untuk melakukan subsidi dengan diskon besar-besaran.
NEXT: Bank Kakap Mulai Was-was?
