
Rupiah Awalnya Perkasa Kini Merana, Kok Bisa?

Well, sejatinya dolar AS masih dalam tren menguat. Pada pukul 09:11 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik 0,1%.
Dalam sebulan terakhir, Dollar Index terangkat 1,63% secara point-to-point. Sedangkan sejak akhir 2020 atau year-to-date, indeks ini melejit 2,11%.
Malam nanti waktu Indonesia, Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Jerome 'Jay' Powell dan Menteri Keuangan Janet Yellen akan memberi paparan di hadapan Kongres. Mereka akan memberi pandangan terhadap situasi ekonomi terkini.
Pasar akan menunggu pernyataan seputar imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang akhir-akhir ini melonjak tajam. Akhir pekan lalu, yield US Treasury Bonds tenor 10 tahun sempat berada di atas 1,7%, tertinggi dalam 14 bulan terakhir.
Pelaku pasar ingin mendapatkan petunjuk bagaimana otoritas moneter dan fiskal menyikapi hal ini. Kenaikan yield tentu tidak menguntungkan bagi pemerintah selaku penerbit obligasi karena yield di pasar sekunder akan menjadi acuan dalam pembentukan kupon saat lelang pasar primer. Ketika yield tinggi, pemerintah akan 'dipaksa' untuk memberikan kupon tinggi, yang menjadi beban buat anggaran negara.
Bagi otoritas moneter, kenaikan yield menandakan tingginya ekspektasi inflasi. Ketika inflasi terlalu tinggi, bahkan kalau sampai melampaui target 2%, maka kebijakan moneter perlu diarahkan ke cenderung ketat, tidak lagi ultra-longgar seperti sekarang.
"Yield obligasi pemerintah AS masih bisa naik lagi, dan pasar menanti sampai di batas mana toleransi pemerintah dan The Fed," ujar Minori Uchida, Chief Currency Analyst di MUFG Bank, seperti dikutip dari Reuters.
"Pasar ingin tahu seberapa tinggi yield bisa naik. The Fed memang menegaskan bahwa suku bunga rendah akan bertahan setidaknya sampai 2023, tetapi tentu ke depan akan semakin banyak suara yang berbeda," tambah Yukio Ishizuki, Senior Strategist di Daiwa Securities, juga diwartakan Reuters.
Sembari menunggu pernyataan dari Powell dan Yellen, pelaku pasar memilih bermain aman. Dolar AS, yang merupakan aset aman (safe haven), kembali jadi pilihan. Ini yang membuat mayoritas mata uang Asia melemah, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
