
Kalau Harga Batu Bara Terbang, Ini Saham Paling Diuntungkan

Jakarta, CNBC Indonesia - Sentimen commodity supercycle membuat harga komoditas beterbangan, salah satunya adalah harga batu bara. Kenaikan harga si batu hitam menjadi katalis positif untuk kinerja emitennya.
Minggu lalu, harga batu bara Newcastle menguat dan tembus rekor tertingginya dalam dua tahun terakhir ke US$ 93,8/ton. Melesatnya harga batu bara membuat harga saham beberapa emitennya juga ikut naik.
Hingga sesi pertama perdagangan hari ini saham PT Indika Energy Tbk (INDY) memimpin penguatan dengan apresiasi sebesar 8,2%. Di posisi kedua ada saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) yang naik 4,9%.
Namun untuk emiten batu bara milik Garibaldy (Boy) Thohir yakni PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan milik Dato'Low Tuck Kong yakni PT Bayan Resources Tbk (BYAN) cenderung stagnan alias tak bergerak sama sekali.
Kenaikan harga batu bara termal akan memicu kenaikan top line perusahaan dengan menaikkan rata-rata harga jualnya (average selling price/ASP). Namun kenaikan ASP tidak selalu berkorelasi positif dengan membaiknya bottom line (laba).
Menguatnya harga batu bara biasanya dibarengi dengan naiknya harga minyak mentah. Keduanya memiliki korelasi yang positif mengingat sama-sama termasuk bahan bakar fosil.
Peningkatan laba operasional perusahaan akan sangat tergantung dari efisiensi biaya menambang dari perusahaan itu sendiri. Apabila perusahaan bisa menjaga rasio nisbah kupas tetap rendah sehingga cash cost tidak terlalu berubah maka peningkatan laba bisa terjadi.
Laba yang naik diharapkan bisa meningkatkan setoran dividen ke pemegang saham atau meningkatkan valuasinya sehingga bisa tercermin dari kenaikan harga sahamnya. Itu secara teoritis.
Namun bagaimana faktanya di lapangan? Apakah kenaikan harga batu bara juga selalu diikuti melesatnya harga saham emitennya? Sekilas apabila dilihat dari grafik pergerakan volatilitas harga jawabannya adalah 'ya'.
Naiknya harga batu bara diikuti dengan kenaikan harga saham emitennya. Harga batu bara seolah menjadi leading indicator bagi harga sahamnya.
Apabila dihitung menggunakan statistik korelasi Pearson, hubungan antara harga batu bara dan sahamnya sangat lemah karena jauh dari angka 1. Harga saham PTBA memiliki angka korelasi positif paling tinggi dengan pergerakan harga batu bara Newcastle.
Namun dilihat dari sisi volatilitas, kenaikan harga batu bara Newcastle dalam jangka pendek akan membuat harga saham INDY terbang seperti yang terpantau pada perdagangan hari ini.
Newcastle Coal | ADRO | PTBA | ITMG | INDY | BUMI | HRUM | BYAN | DOID | |
Newcastle Coal | 1 | ||||||||
ADRO | .079** | 1 | |||||||
PTBA | .091** | .565** | 1 | ||||||
ITMG | .086** | .526** | .525** | 1 | |||||
INDY | .069** | .469** | .456** | .430** | 1 | ||||
BUMI | .048* | .262** | .231** | .220** | .227** | 1 | |||
HRUM | .083** | .450** | .402** | .422** | .421** | .219** | 1 | ||
BYAN | .047* | .050** | .028 | .044* | .065** | .035 | .069** | 1 | |
DOID | .055** | .372** | .348** | .316** | .400** | .222** | .307** | .033 | 1 |
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). | |||||||||
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). |
Sumber : Refinitiv, CNBC Indonesia Analysis.
Kencangnya pertumbuhan harga saham Grup Indika ketika harga batu bara Newcastle terbang tentunya terjadi karena perseroan merupakan salah satu perusahaan batu bara dalam negeri yang paling diuntungkan dengan kenaikan harga batu bara Newcastle dibandingkan dengan emiten batu bara lain.
Hal ini terjadi karena portofolio produk batu bara Indika Energy yang diproduksi oleh Kideco Jaya Agung yang merupakan anak usaha INDY merupakan batu bara termal yang nilai kalorinya cenderung lebih tinggi dibanding dengan produsen lain.
Rata-rata nilai kalori batu bara KJA adalah 4.600 Kcal/Kg. Nilai kalori yang tinggi membuat rata-rata harga jual (ASP) juga tinggi. Di saat yang sama profitabilitas dari INDY juga masih tetap terjaga. Menurut Fitch Ratings, INDY termasuk salah satu produsen batu bara lokal yang memiliki profitabilitas tinggi.
Nilai EBITDA/ton batu bara yang dihasilkan masih tinggi artinya perusahaan mampu untuk menekan biaya yang dikeluarkan untuk menambang si batu hitam. Dengan asumsi cash cost (diluar royalti) yang cenderung stabil dan dibarengi dengan kenaikan ASP maka akan menjadi positif untuk bottom line perusahaan.
Lebih lanjut Fitch Ratings menjelaskan bahwa dengan cadangan batu bara yang besar yakni mencapai 535 juta ton tetapi produksinya relatif kecil sebesar 34 juta ton per tahun, INDY masih mungkin untuk memangkas biaya produksi ketika harga batu bara anjlok signifikan.
Hal ini juga dibuktikan dengan kinerja KJA yang mampu menurunkan cash cost (di luar royalti) mencapai 11% (yoy) pada 9M20 ketika ASP drop 15%. EBITDA/ton KJA pun masih positif di angka US$ 4,25.
Keunggulan cash cost INDY sendiri ditranslasikan menjadi sangat rendahnya harga batu bara INDY untuk balik modal alias breakeven di angka US$ 48,79/ton jauh dibandingkan dengan kompetitornya dari dalam negeri yang membutuhkan batu bara di harga sekitar US$ 50/ton untuk balik modal.
Singkat cerita, INDY merupakan market leader di bidang produksi batu bara domestik dengan biaya murah.
Selain itu batu bara yang diproduksi oleh Kideco Jaya Agung juga mayoritas diekspor ke luar negeri yakni sebesar 69% dimana 35% diantaranya diekspor ke China dan hanya 31% yang dijual di dalam negeri.
Hal menyebabkan pergerakan harga batu bara acuan Newcastle akan lebih sensitif terhadap kinerja keuangan INDY dibandingkan dengan emiten lain.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ternyata Batu Bara Masih Kuat Nanjak, Harganya Tembus US$ 63