Kapitalisasi Pasar Rp 100 T

BCA di Puncak, Siap-siap Market Cap HMSP Disalip Bank Jago

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
22 March 2021 13:20
Doc.Lapkeu HMSP
Foto: Doc.Lapkeu HMSP

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan akhir pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bias dibilang mendapat faktor 'bejo' alias keberuntungan, karena bursa saham regional (Asia), Eropa, dan Amerika sama-sama berakhir tertekan dan kurang memuaskan pada akhir pekan lalu.

IHSG ditutup menguat 0,13% ke level 6.356,16 pada Jumat (19/3/2021) akhir pekan lalu. IHSG menguat di detik-detik terakhir penutupan perdagangan pekan lalu.

Sedangkan sepanjang pekan lalu, IHSG melemah tipis 0,03%. Dalam 5 hari perdagangan, IHSG mampu selama 2 hari beruntun pada Kamis dan Jumat.

Data pasar mencatat, dalam sepekan investor asing melakukan aksi beli bersih Rp 978 miliar di pasar reguler, dengan nilai transaksi mencapai Rp 57,6 triliun.

Alhasil dari penguatan tipis IHSG dan aksi beli bersih investor, nilai kapitalisasi pasar 10 big cap kembali naik. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga akhir pekan lalu total dari 10 besar kapitalisasi pasar saham-sahambig capkembali meningkat menjadi Rp 3.182 triliun.

Perkembangan Market Cap Emiten Big Cap 10 Besar (RP T)

No.Emiten19 Maret 2021No.Emiten12 Maret 2021No.Emiten05 Maret 2021
1Bank Central Asia/BBCA8251Bank Central Asia/BBCA8261Bank Central Asia/BBCA830
2Bank Rakyat Indonesia/BBRI5702Bank Rakyat Indonesia/BBRI5592Bank Rakyat Indonesia/BBRI582
3Telkom/TLKM3413Telkom/TLKM3423Telkom/TLKM329
4Bank Mandiri/BMRI3134Bank Mandiri/BMRI3114Bank Mandiri/BMRI299
5Unilever/UNVR2585Unilever/UNVR2565Unilever/UNVR257
6Astra/ASII2346Astra/ASII2226Astra/ASII223
7Chandra Asri/TPIA1967Chandra Asri/TPIA1897Chandra Asri/TPIA168
8Sampoerna/HMSP1798Sampoerna/HMSP1678Sampoerna/HMSP168
9Bank Jago/ARTO1449Bank Jago/ARTO1229Emtek/EMTK122
10Emtek/EMTK12210Emtek/EMTK12110Bank Negara Indonesia/BBNI111

Sumber: BEI, berdasarkan data harga saham, Jumat (19/3/2021)

Berdasarkan data di atas, mayoritas mengalami kenaikan market cap. Hanya dua saham yang market cap-nya turun dan penurunannya sebesar Rp 1 triliun.

Seperti pada pekan-pekan sebelumnya, posisi pertama masih diduduki oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai market cap-nya sebesar Rp 825 triliun atau kembali turun sebesar Rp 1 triliun dari pekan sebelumnya.

Selanjutnya, di posisi kedua masih juga dipegang oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai market cap-nya sebesar Rp 570 triliun atau naik Rp 11 triliun.

Sedangkan, market cap PT Bank Jago Tbk (ARTO) mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yakni sebesar Rp 22 triliun menjadi Rp 144 triliun pada akhir pekan lalu dan menjadi kenaikan yang terbesar diantara 10 big cap lainnya.

Namun walaupun naik signifikan, market cap ARTO masih berada di posisi ke 9 dari 10 besar big cap BEI kendati sudah mendekati PT HM Sampoerna Tbk (HMSP).

Sementara itu, market cap PT Astra International Tbk (ASII) dan HMSP juga meningkat signifikan, yakni sebesar Rp 12 triliun, dengan masing-masing menjadi Rp 234 triliun untuk ASII dan Rp 179 triliun untuk HMSP.

Kapitalisasi pasar atau market cap adalah nilai pasar dari sebuah emiten, perkalian antara harga saham dengan jumlah saham beredar di pasar, semakin besar nilai market cap emiten maka pengaruh pergerakannya juga besar terhadap pergerakan IHSG.

NEXT: Analisis pasar sepekan

Penyebab IHSG kurang 'greget' pada pekan lalu karena pelemahan bursa saham Amerika Serikat (AS) Wall Street pada pekan lalu, di mana ketiga indeks utama di bursa saham Wall Street melemah, dipimpin Nasdaq sebesar 0,79%, kemudian S&P 500 0,77%, dan Dow Jones 0,46%.

Pelemahan Wall Street terjadi karena kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang masih terjadi pada pekan lalu. Sepanjang pekan lalu, kenaikan yield obligasi (Treasury) AS menjadi penekan pasar saham.

Bank sentral AS (The Fed) di pekan lalu mengumumkan hasil rapat kebijakan moneternya. The Fed sebelumnya diperkirakan akan menjalankan Operation Twist guna meredam kenaikan yield tersebut.

Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.

Mark Cabana, ahli strategi suku bunga di Bank of America Global Research, mengatakan Operation Twist merupakan kebijakan yang sempurna untuk meredam gejolak di pasar obligasi.

"Operation Twist, dengan menjual obligasi tenor rendah dan membeli tenor panjang secara simultan adalah kebijakan yang sempurna menurut pandangan kami," kata Cabana, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (1/3/2021).

Nyatanya, dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis lalu waktu setempat, The Fed malah tidak mempermasalahkan kenaikan yield Treasury tersebut.

The Fed masih cukup nyaman dengan kenaikan yield Treasury, selama itu merupakan respon dari membaiknya perekonomian. Alhasil, yield Treasury terus menanjak.

Akhir pekan lalu, yield Treasury AS tenor 10 tahun naik 0,3 basis poin ke 1,7320%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25% dan program quantitative easing (QE) belum dijalankan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular