
BCA di Puncak, Siap-siap Market Cap HMSP Disalip Bank Jago

Penyebab IHSG kurang 'greget' pada pekan lalu karena pelemahan bursa saham Amerika Serikat (AS) Wall Street pada pekan lalu, di mana ketiga indeks utama di bursa saham Wall Street melemah, dipimpin Nasdaq sebesar 0,79%, kemudian S&P 500 0,77%, dan Dow Jones 0,46%.
Pelemahan Wall Street terjadi karena kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang masih terjadi pada pekan lalu. Sepanjang pekan lalu, kenaikan yield obligasi (Treasury) AS menjadi penekan pasar saham.
Bank sentral AS (The Fed) di pekan lalu mengumumkan hasil rapat kebijakan moneternya. The Fed sebelumnya diperkirakan akan menjalankan Operation Twist guna meredam kenaikan yield tersebut.
Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.
Mark Cabana, ahli strategi suku bunga di Bank of America Global Research, mengatakan Operation Twist merupakan kebijakan yang sempurna untuk meredam gejolak di pasar obligasi.
"Operation Twist, dengan menjual obligasi tenor rendah dan membeli tenor panjang secara simultan adalah kebijakan yang sempurna menurut pandangan kami," kata Cabana, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (1/3/2021).
Nyatanya, dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis lalu waktu setempat, The Fed malah tidak mempermasalahkan kenaikan yield Treasury tersebut.
The Fed masih cukup nyaman dengan kenaikan yield Treasury, selama itu merupakan respon dari membaiknya perekonomian. Alhasil, yield Treasury terus menanjak.
Akhir pekan lalu, yield Treasury AS tenor 10 tahun naik 0,3 basis poin ke 1,7320%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25% dan program quantitative easing (QE) belum dijalankan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
