Jangan Senang Dulu, Taper Tantrum Gak Batal Tapi Tunda Bentar

Lidya Julita Sembiring & Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
18 March 2021 12:00
FILE - In this Nov. 25, 2019, file photo Federal Reserve Board Chair Jerome Powell addresses a round table discussion during a visit to Silver Lane Elementary School, in East Hartford, Conn. On Wednesday, Dec. 11, the Federal Reserve issues a statement and economic projections, followed by a news conference with Powell. (AP Photo/Steven Senne)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Steven Senne)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku pasar boleh saja bersuka cita pasca keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (the Fed) yang tidak akan menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Tapi bukan berarti masalah sudah selesai.

Hal yang sangat dikhawatirkan belakangan adalah terulangnya Taper Tantrum pada tahun ini akibat melesatnya pertumbuhan ekonomi AS. Tapering menjadi isu yang selama ini ditakutkan pelaku pasar, sebab pengalaman pada 2013 lalu menyebabkan gejolak di pasar finansial global.

Taimur Baig, Managing Director and Chief Economist of DBS Bank Singapore melihat the Fed cukup belajar dari yang terjadi 8 tahun lalu. Sehingga keputusan yang diambil pada hari ini agar persoalan yang sama tidak kembali terulang, atau menjadi lebih buruk.

"Saya pikir the Fed takut apa yang terjadi pada 2013, apa yang terjadi pada 2018. Bahwa 2 kali pasar menghadapi normalisasi," ungkapnya di CNBC TV, Kamis (18/3/2021)

The Fed kali ini memberikan jarak yang cukup lebar untuk membiarkan ekonomi AS berada pada titik yang stabil, dengan pertumbuhan ekonomi dan kuat dan inflasi terjaga. Bank sentral optimis PDB AS bisa mencapai 6,5% tahun ini dan 3,3% di 2022 serta 2023 hanya 3,3%.

Inflasi tahun ini diproyeksi teh Fed bisa menyentuh angka 2,2%, di atas rerata patokan yang biasa mereka pakai untuk mencegah mesin ekonomi terlalu panas (overheated).

Menurut Baig, setidaknya perlu dua tahun lagi sampai akhirnya Fed mulai menggunakan kebijakan moneter dan memicu terjadinya tapering.

"Saya pikir ini panduan jelas dalam jangka tertentu, untuk 2021 dan 2022 fed tidak akan menyentuh tingkat suku bunga acuan" jelasnya.

Sementara itu Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan tapering baru akan terjadi 3 tahun mendatang, ketika ekonomi sudah mulai pulih sepenuhnya. Seperti yang terjadi ketika 2013, tapering terjadi pasca krisis 2009.

"Tidak terelakkan mulai normal di 2024, dan proses dari 2020 ke 2024 sama, timing-nya kalau mau samakan waktu ke 2013 lalu ya 2024," jelasnya kepada CNBC Indonesia.

Rentang waktu tersebut, menurut Josua harus dimanfaatkan oleh pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan pemangku kepentingan lainnya. Seperti efektivitas penggunaan utang, percepatan pemulihan ekonomi hingga peningkatan ketahanan eksternal.

Utang menjadi ancaman banyak negara dalam jangka menengah seperti laporan World Economic Forum Januari lalu. Ini seiring dengan peningkatan utang untuk menyelamatkan ekonomi ketika terjadinya pandemi covid-19. Indonesia memang masih mengelola utang dengan baik dengan rasio di bawah 40% terhadap PDB.

"Cara mitigasinya menggunakan utang dengan produktif, karena utang tutupi belanja tinggi dan pendapatan rendah, spending ini harus bisa menggerakkan usaha umkm dan sebagainya," kata Josua.

"Harapannya ini bisa mengenerate sisi produksi sehingga pendapatan meningkat lagi mendekati target dan beban fiskal defisit enggak semakin lebar dan harapan 2023 berbalik lagi ke 3%. Kalau itu terealisasi maka prediksi mengkhawatirkan tidak akan terjadi."


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tegaskan Tak Ada Tapering, Pasar Finansial RI Aman?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular