
Waduh! 3 Saham Konstruksi Ini Paling Ambruk, Masih Minat?

Setidaknya, ada dua sentimen utama yang menjadi pendorong saham konstruksi ke depan. Pertama, adanya kabar baik dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan relaksasi tarif pajak penghasilan (PPh) final jasa konstruksi.
Kedua, dibentuknya Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SFW) yang bernama Indonesia Investment Authority (INA).
Sebelumnya, Presiden Jokowi dikabarkan telah menerima usulan Kementerian Keuangan untuk merevisi sejumlah aturan terkait perpajakan. Salah satunya, rencana penurunan tarif pajak penghasilan PPh final jasa konstruksi.
Restu Jokowi tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) 4/2021 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah. Aturan ini diteken Jokowi pada 8 Maret 2021, seperti dikutip CNBC Indonesia dalam lampiran Keppres, Rabu (17/3/2021).
Rencana penurunan tarif PPh final jasa konstruksi tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perubahan Kedua Atas PP 51/2008 tentang Pajak Penghasilan dari Penghasilan Usaha Jasa Konstruksi. RPP ini berada dalam lampiran Keppres.
Melalui RPP ini, tarif PPh final atas pekerja konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa dengan kualifikasi usaha orang perseorangan dan kualifikasi usaha kecil dipatok sebesar 1,75%, dari yang sebelumnya 2%.
Kemudian, tarif PPh final untuk pekerja konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha atau usaha orang perseorangan dan kualifikasi usaha kecil dipatok 2,65%, dari yang sebelumnya 3%.
Selanjutnya, pemerintah mematok tarif 3,5% tarif untuk konsultasi konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha dan tarif 6% untuk konsultasi konstruksi yang dilakukan penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Sovereign Wealth Fund (SWF)
Pada 16 Februari lalu, Presiden Jokowi mengumumkan jajarandewan direksi pengelola dana abadi Indonesia (Sovereign Wealth Fund/SWF) alias INA.
INA ditujukan agar pembiayaanpembangunan infrastruktur nasional bersumber dari pendanaan modal, bukan dari utang seperti yang dilakukan saat ini. Modal ini bersumber dari dana pemerintah, juga dari investasi lembaga-lembaga keuangan banyak negara yang akan diinvestasikandi Indonesia melalui INA.
SWF diprediksi akan menguntungkan saham konstruksi karena akan menjadi sumber pembiayaan baru bagi emiten kontraktor BUMN yang saat ini memiliki utang (leverage) yang tinggi.
Apalagi setelah CEO INA Ridha DM Wirakusumah mengatakan, pascapelantikan 16 Februari 2021, INA bisa menjadi kendaraan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Meskipun tidak merinci secara spesifik, Ridha menyebut, banyak proyek infrastruktur yang menjanjikan di Indonesia, salah satunya adalah jalan tol.
Ridha menegaskan, pembentukan LPI tidak hanya digunakan untuk mencari modal semata. Melainkan juga menjadi sarana untuk memperbaiki kualitas infrastruktur di tanah air lebih baik.
Ridha menegaskan, jalan tol bukanlah pilihan satu-satunya. Eks bankir itu mengatakan, ada sejumlah proyek infrastruktur yang juga dilirik seperti bandara, pelabuhan, hingga infrastruktur di sektor jasa lainnya.
Informasi saja, pembentukan INA adalah mandat langsung UU Cipta kerja atau Omnibus Law.
Pemerintah diperkirakan akan menyuntikkan modal awal Rp 75 triliun dengan dana Rp 30 triliun berasal dari kas, aset negara, saham BUMN, dan piutang negara. Pada tahap pertama, SWF diharapkan bisa menghimpun dana hingga Rp 225 triliun.
Sejauh ini UEA, IDFC (International Development Finance Corporation) dan Softbank telah berkomitmen untuk memberikan US$ 52 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas)[Gambas:Video CNBC]
