Analisis

Waduh! 3 Saham Konstruksi Ini Paling Ambruk, Masih Minat?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
18 March 2021 09:21
pt pp
Foto: www.pt-pp.com

Acset Indonusa (ACST)

Emiten konstruksi Grup Astra ini tercatat menjadi saham dengan kinerja teranjlok selama sebulan, yakni 13,33%. Asing tercatat ramai-ramai melego saham ACST senilai Rp 4,28 miliar selama sebulan terakhir.

Sementara, pada perdagangan Rabu (17/3), berbeda dengan mayoritas saham konstruksi lainnya, ACST malah terjerembap di zona merah dengan terkoreksi 0,55% ke Rp 364/saham. Pelemahan tersebut dibayangi aksi jual bersih oleh asing sebesar Rp 40,82 miliar.

Praktis, ini membuat ACST berada di zona merah dalam tiga hari beruntun, atau sejak Senin (18/3).

Adapun menurut laporan keuangan perusahaan, sepanjang tahun lalu, ACST kembali membukukan rugi tahun berjalan menjadi Rp 1,34 triliun, dari rugi tahun sebelumnya sebesar Rp 1,13 triliun.

Pendapatan bersih perusahaan juga tercatat merosot 69,62% dari Rp 3,95 triliun pada 2019 menjadi Rp 1,20 triliun pada tahun lalu.

Setali tiga uang, total aset perusahaan menyusut sebesar 70,69%. Pada tahun lalu aset ACST sebesar Rp 3,06 triliun, sementara pada 2019 senilai Rp 10,44 triliun.

Adapun liabilitas ACST turun 73,13% menjadi Rp 2,73 triliun pada 2020, dari Rp 10,16 triliun pada tahun sebelumnya.

Selanjutnya, ekuitas perseroan naik menjadi Rp 275,31 miliar dari tahun 2019 yang sebesar Rp 228,33 miliar.

Mengenai rencana perusahaan tahun ini, per Februari 2021 ACST membukukan total kontrak baru sebesar Rp 140 miliar.

"Di tahun 2021, ACSET akan berupaya untuk mendapatkan proyek-proyek baru secara selektif dan memastikan bahwa proyek tersebut sesuai dengan kemampuan dan kapasitas operasional Perusahaan," jelas Sekretaris Perusahaan ACST Maria Cecilia kepada CNBC Indonesia, Kamis (17/3).

Maria menambahkan, sampai saat ini, ACST telah mencatatkan perolehan kontrak baru, yakni pembangunan fondasi Terowongan Silaturahmi Mesjid Istiqlal dan fondasi Menara BRI di Medan.

Kedua proyek tersebut dioperasikan oleh anak usaha ACST yang terspesialisasi di bidang fondasi, yakni Acset Pondasi Indonusa.

Di samping itu, ACST juga mendapatkan kontrak pekerjaan sipil Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) Besai Kemu, di Provinsi Lampung.

Pada tahun ini, ACST masih akan tetap fokus mencari peluang pada tiga lini bisnis utama perusahaan, yakni fondasi, struktur dan infrastruktur.

"Kami juga selalu memperkaya keahlian kami dalam ketiga bidang usaha tersebut dengan diversifikasi," kata Maria.

Adapun strategi perusahaan dalam menjalankan fokus tersebut, di antaranya dengan mengutamakan prinsip safety dan quality sebagai prinsip utama kerja, melakukan perbaikan berkelanjutan untuk mencapai operational excellence, pemanfaatan teknologi engineering untuk meningkatkan efisiensi.

Kemudian, ACST juga aktif mencari peluang dengan mengutamakan kesesuaian kompetensi, memperkuat aliansi dengan mitra strategis, dan, terakhir, proaktif memperkaya keahlian guna menyediakan jasa konstruksi terintegrasi.

Wijaya Karya (WIKA)

Emiten pelat merah WIKA juga mencatatkan kinerja saham yang negatif selama sebulan, alias ambles 13,25%. Merosotnya saham emiten yang didirikan pada 1960 ini diwarnai aksi jual asing Rp 28,39 miliar dalam sebulan terakhir.

Berdasarkan publikasi laporan keuangan pada periode Januari-September 2020, WIKA hanya mencatat laba bersih sebesar Rp 50,19 miliar, atau ambles 96,28% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 1,35 triliun. Padahal pada kinerja kuartal sebelumnya, WIKA masih mencatatkan laba bersih Rp 250,41 miliar untuk kinerja Januari-Juni 2020 atau per semester I-2020.

Hingga akhir September 2020, total aset WIKA sebesar Rp 61,43 triliun, turun sekitar Rp 680 miliar dibandingkan dengan akhir 2019.

Menurut, Corporate Secretary Wijaya Karya Mahendra Vijaya, tahun ini perusahaan menargetkan nilai kontrak baru sebesar sebesar Rp 40 triliun. Nilai ini naik dari realisasi kontrak baru sepanjang 2020 yang senilai Rp 23 triliun.

"Kita melihat bahwa kondisi ekonomi sudah membaik, ditambah optimisme dengan adanya vaksin. Selain itu pemerintah juga masih menganggarkan dana Rp 420 triliun untuk infrastruktur, sehingga kami optimis tahun ini jauh lebih baik," kata dia kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.

Tahun ini WIKA kembali menerbitkan surat utang, obligasi dan sukuk senilai total Rp 3 triliun, ini artinya akan menambah liabilitas perseroan. Surat utang ini ditawarkan dengan tingkat bunga sebesar 8,5% hingga 9,75% per tahun.

Penerbitan kali ini merupakan bagian dari penawaran umum berkelanjutan melalui Obligasi Berkelanjutan I dengan target dana Rp 4 triliun dan Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I dengan target dana senilai Rp 1 triliun.

Pada Desember 2020 lalu perusahaan telah menerbitkan obligasi senilai Rp 1,5 triliun dan sukuk senilai Rp 500 miliar.

PP (PTPP)

Saham PTPP juga tercatat anjlok selama sebulan terakhir sebesar 10,19%. Asing pun tercatat ramai-ramai keluar dari saham ini dengan catatan jual bersih Rp 34,46 miliar dalam sebulan.

PTPP baru saja mempublikasikan kinerja keuangan yang kurang menggembirakan sepanjang tahun lalu. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, per akhir 2020 lalu PTPP terpaksa membukukan penurunan laba bersih yang tajam hingga 84,28% secara tahunan (year on year/YoY).

Sementara, sepanjang 2020 laba bersih perusahaan tercatat sebesar Rp 128,75 miliar, jatuh dari posisi akhir 2019 yang senilai Rp 819,46 miliar.

Turunnya laba bersih ini disebabkan karena pendapatan perusahaan juga mengalami kontraksi 32,84% YoY menjadi sebesar Rp 15,83 triliun. Nilai ini turun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 23,57 triliun.

Kemudian, pada tahun ini, emiten pelat merah ini menargetkan memperoleh nilai kontrak baru senilai Rp 30,1 triliun. Angka ini naik sebesar 35% dari realisasi kontrak baru sepanjang 2020 yang senilai Rp 22,26 triliun.

Pada 14 Januari 2021, Corporate Secretary PTPP Yuyus Juarsa mengatakan seiring dengan kenaikan target kontrak baru ini, perusahaan juga menaikkan alokasi belanja modal (capital expenditure/capex) perusahaan yang menjadi senilai Rp 6,2 triliun.

Adapun dana capex ini akan didominasi untuk pengerjaan proyek jalan tol sebesar 37%, proyek pengembangan properti dan residential sebesar 9%, pengembangan kawasan dan bandar udara sebesar 12%. Sedangkan sisanya 33% akan dialokasikan untuk pengembangan investasi di anak perusahaan.

NEXT: Sentimen Positif Sektor Konstruksi

(tas/tas)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular