DBS: Surat Utang Pemerintah RI Dihindari Asing, Kenapa Nih?

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
15 March 2021 19:05
Ilustrasi Uang
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) sejak akhir Februari 2021 membuat surat berharga negara (SBN) negara berkembang menjadi kurang atraktif. Indonesia termasuk di antaranya.

Dalam laporan riset berjudul "IndoGB: Kurang Diapresiasi Investor", DBS menilai investor global belum mengapresiasi fundamental perekonomian nasional yang tangguh, terbubkti dari aksi jual yang mereka lancarkan atas SBN di pasar sekunder.

"Kepemilikan asing saat ini sama dengan pada awal 2020, sekitar Rp 970 triliun. Namun, angka ini menutupi fakta bahwa secara persentase, kepemilikan asing telah menurun menjadi 24% dari 39% pada awal 2020," tulis DBS dalam laporan yang dirilis Senin (15/3/2021).

Bahkan, lanjut bank asal Singapura tersebut, porsi asing di SBN itu masih lebih rendah dari 2012 (33%), sebelum terjadi Taper Tantrum ketika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengurangi program pembelian obligasi.

Padahal, neraca perdagangan Indonesia membaik yang terbantu oleh peningkatan harga komoditas, khususnya harga batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Hal ini semestinya memperkuat kurs rupiah.

Sementara itu, defisit anggaran yang terkendali. Pada 2020, upaya percepatan pengeluaran fiskal menyebabkan peningkatan pengeluaran sebesar 12,2% secara tahunan sementara pendapatan turun hingga -16,7% secara tahunan.

Kendati defisit anggaran tahunan melebar menjadi -6,09% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedikit di bawah target, yang sebesar -6,3%. Sekitar 83% dana pemulihan ekonomi telah dicairkan dari total anggaran Rp 695,2 triliun.

DBS menilai asing belum menangkap daya tarik SBN karena kenaikan yield surat utang AS dipicu oleh prospek pemulihan ekonomi, terutama setelah stimulus fiskal US$ 1,9 triliun dicairkan.

"Akibat dari naiknya yield obligasi pemerintah AS (US Treasury Bond), pelaku pasar global khawatir jika itu terjadi terus menerus, maka inflasi akan meninggi. Tak hanya untuk pelaku pasar AS, kekhawatiran tersebut juga dialami pelaku pasar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia," tulis DBS.

Padahal, Indikator Valuasi Tingkat Pengembalian Asia (Asia Rates Valuation Indicator/ARVI) menunjukkan SBN Indonesia tenor 10 tahun adalah satu dari dua SBN yang murah jika dibandingkan dengan SBN AS.

Perseroan memperkirakan imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun akan naik 10-15 basis poin, mendekati angka 1,75%. Namun, imbal hasil SBN 10 tahun yang lebih tinggi dan kurva yang tajam menurut DBS akan cukup untuk menutupi kerugian yang ada.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Optimisme Kian Mengkristal, SBN Tenor Panjang Kompak Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular