Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan domestik minggu ini bergerak dengan volatilitas yang tinggi. Pasar ekuitas berhasil selamat. Namun surat berharga negara (SBN) dan nilai tukar rupiah tidak.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih bisa selamat dengan penguatan 0,27% sepekan ini. Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi jual bersih tipis sebanyak Rp 25 miliar di pasar reguler pekan lalu dengan nilai transaksi pekan lalu menyentuh Rp 71,08 triliun turun dari rata-rata transaksi bulan Januari.
Di saat yang sama imbal hasil obligasi pemerintah bertenor10 tahun menguat 0,41%. Kenaikan yield SBN mengindikasikan bahwa harganya sedang terkoreksi.
Senasib dengan SBN, nilai tukar rupiah juga melemah0,35% terhadap dolar AS. Namun koreksi rupiah terbilang masih mending dibanding mata uang Asia lainnya. Yen Jepang menjadi mata uang Asia dengan kinerja paling buruk minggu ini karena anjlok 1,65% melawangreenback.
Minggu ini dolar AS sedang jaya-jayanya. Indeks dolar yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang lainnya menguat 1,21%. Di saat yang sama imbal hasil nominal obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun juga kembali naik.
Yield nominal surat utang pemerintah AS yang menjadi acuan tersebut naik 6,73% (week on week/wow) ke 1,55%. Apabila inflasi di AS berada di angka 1,5% maka imbal hasil riil-nya sebesar 0,05%.
Memang masih sangat rendah. Namun setidaknya sudah positif tidak seperti sebelumnya yang berada di zona negatif. Kenaikan yield membuat pasar saham bergerak dengan volatilitas yang tinggi.
Apresiasi IHSG sendiri sejatinya berbanding terbalik dari bursa saham acuan global, Wall Street. Indeks Dow Jones terpaksa terdepresiasi 0,12% sepekan terakhir, S&P 200 ambruk 1,53%, dan Indeks Nasdaq terjungkal 4,92%.
Meskipun pada perdagangan akhir pekan bursa Paman Sam berhasil bangkit, apresiasi tersebut tidak bisa menutup koreksi sepanjang minggu lalu.
Ambruknya bursa saham Paman Sam terjadi setelah kemunculan "hantu" yield Treasury AS. Di mana obligasi bertenor 10 tahun kembali naik imbal hasilnya, bahkan pekan lalu sempat nyaris menyentuh level 1,5% lagi.
Banyak analis melihat kenaikan yield Treasury masih akan tertahan di kisaran 1,5%, sebab jika terus menanjak, maka akan memicu kecemasan terjadi taper tantrum yang dapat memicu gejolak di pasar keuangan global.
"Yield sangat menentukan. Di kisaran 1,5%, yield obligasi bisa kompetitif dibandingkan dividend yield di pasar saham. Ingat, tidak ada risiko di obligasi, uang Anda kembali 100%," kata Peter Tuz, Presiden Chase Investment Counsel yang berbasis di Virginia (AS), seperti dikutip dari Reuters.
Terus menanjaknya yield Treasury yang dilatarbelakangi prospek pemulihan ekonomi dan kenaikan inflasi, membuat pasar keuangan global kembali dihantui oleh tapering (pengurangan program pembelian aset atau quantitative easing The Fed) yang dapat memicu taper tantrum.
"Jika pasar mulai percaya The Fed kehilangan kendali terhadap arah pasar obligasi, semua isu mengenai taper tantrum akan kembali muncul," kata Art Cahshin, direktur operasi di UBS, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (26/2/2021).
Investor juga mulai mencermati adanya potensi inflasi yang tinggi di AS. Oleh karena itu mereka meminta kompensasi dengan kenaikan imbal hasil obligasinya. Ada pula kekhawatiran di pasar bahwa dengan inflasi yang tinggi bank sentral AS (The Fed) mulai akan melakukan pengetatan moneter dimulai dari tapering.
Pekan ini sentimen yang akan turut menggerakkan pasar keuangan global juga masih terkait yield surat utang pemerintah AS. Ketika yield terus mengalami kenaikan. Kemungkinan besar pasar keuangan masih akan bergerak dengan volatilitas tinggi.
Sentimen lain yang akan menjadi penggerak pasar adalah keputusan Senat AS untuk meloloskan bantuan fiskal jumbo senilai US$ 1,9 triliun yang diusulkan oleh Joe Biden.
Hasil pemungutan suara atas paket stimulus itu menunjukkan hasil 50-49, sebuah hasil dramatis mengingat Partai Republik mempertanyakan perluasan paket tersebut.
Setelah ini, Kongres yang dikuasai Partai Demokrat akan mengesahkan paket itu per Selasa (9/3/2021) waktu setempat. Setelah itu, pengesahan akan dikirimkan kepada Biden untuk ditandatangani sebelum batas waktu 14 Maret 2021 demi memperbarui program bantuan sebelumnya.
Sebagai gambaran, beleid itu meliputi bantuan langsung kepada masyarakat hingga US$ 1.400 (setara Rp 20,1 juta), bantuan pengangguran senilai US% 300 (setara Rp 4,3 juta), dan perluasan child tax kepada anak-anak selama satu tahun.
Paket itu juga berisi pendanaan distribusi dan pengujian vaksin Covid-19, bantuan ongkos sewa untuk rumah tangga yang kesulitan, dan biaya pembukaan sekolah tatap muka.
Persetujuan Senat menunjukkan inisiatif legislatif pertama Biden mendekati hasil. Di kala Partai Demokrat dan beberapa ekonom mengkritik ruang lingkup paket, Demokrat menyatakan diperlukan tindakan tegas demi percepatan pemulihan ekonomi.
Semakin mulusnya jalan stimulus bakal menjadi sentimen positif untuk aset-aset berisiko seperti saham. Namun di saat yang sama ada yang harus diwaspadai. Banjir likuiditas dan kebijakan makroekonomi yang akomodatif akan mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat.
Ketika roda ekonomi sudah mulai pulih maka ada kemungkinan saham-saham teknologi bakal dilepas mengingat akan ada rotasi saham dari sektor yang diuntungkan kala pandemi ke sektor-sektor ekonomi dalam kondisi normal.
Pekan ini investor akan memantau data inflasi bulan Februari di AS dan China yang akan dirilis pada hari Rabu (10/3/21) serta di hari yang sama Australia akan merilis indeks keyakinan konsumen-nya.
Selanjutnya akhir pekan nanti bank sentral Eropa alias ECB akan melakukan pertemuan. Kepala ECB Christine Lagarde juga akan merilis ramalan kuartalan perekonomian ECB pada konfrensi pers setelah meeting. Masih dari Benua Biru, Uni-Eropa akan merilis data produksi industri bulan Januari yang diprediksikan akan terkontraksi.
Berikut adalah sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Neraca Dagang Jepang Periode Januari 2021 (06:50 WIB)
- Produksi Industri Jerman periode Januari 2021 (14:00 WIB).
- Indeks Keyakinan Konsumen Meksiko periode Februaru 2021 (19:00 WIB).
- Inventori Grosir Amerika Serikat periode Januari 2021 (22:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Data dan Indikator Ekonomi Makro | Satuan | Nilai |
Pertumbuhan Ekonomi 2020 | %yoy | -2.07 |
Inflasi Januari 2021 | %yoy | 1.38 |
BI 7 Day Reverse Repo Rate Februari 2021 | % | 3.5 |
Surplus/Defisit Anggaran 2020 | %PDB | -5.17 |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan 2020 | %PDB | -0.4 |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia 2020 | US$ Miliar | 2.6 |
Cadangan Devisa Februari 2021 | US$ Miliar | 138.8 |
TIM RISET CNBC INDONESIA