
BI "Turun Gunung" Rupiah Tak Jadi Mata Uang Terburuk Asia

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah kembali terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (5/3/2021), akibat yield obligasi (Treasury) AS yang kembali naik. Bank Indonesia (BI) menyebut pasar keuangan Indonesia full alert merespon dampak negatif kenaikan yield tersebut.
Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.260/US$. Tetapi tidak lama, Mata Uang Garuda langsung merosot hingga 0,56% di Rp 14.340/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah baru di tahun ini, serta sejak 5 November lalu.
Rupiah mampu memangkas pelemahan hingga mengakhiri perdagangan di level Rp 14.290/US$ di pasar spot.
Mayoritas mata uang utama Asia melemah hari ini. Hingga pukul 15:21 WIB, hanya won Korea Selatan yang mampu menguat. Rupiah setelah memangkas pelemahan terlepas dari label mata uang terburuk di Asia.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun naik 8,01 basis poin ke 1,5484%. Level tersebut merupakan penutupan perdagangan tertinggi di tahun ini, dan sejak Februari 2020 lalu. Hari ini, yield tersebut masih berada di atas 1,54%.
Pada Kamis pekan lalu, yield ini memang sempat menembus level 1,6%, tetapi setelahnya terpangkas dan mengakhiri perdagangan di 1,5150%
Kenaikan yield Treasury tersebut memberikan 3 pukulan telak bagi rupiah. 3 hal yang memberikan pukulan telak. Yang pertama memburuknya sentimen pelaku pasar yang tercermin dari jeblolnya bursa saham, yang kedua risiko capital outflow di pasar obligasi sebab selisih yield antara Treasury dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menipis, dan yang terakhir melesatnya indeks dolar AS.
Indeks yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini kemarin ikut melesat bersama yield Treasury. Indeks dolar AS menyentuh level tertinggi dalam 3 bulan terakhir setelah mengakhiri sesi di level 91,614 atau melesat 0,73%. Hingga sore ini, indeks dolar AS kembali naik 0,3%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cadev RI Cetak Rekor, BI Siap Lancarkan Triple Intervention
