
Ada Kabar Baik dari IMF, Rupiah Malah ke Rp 15.000/US$!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik datang dari dalam dan luar negeri sejak Selasa kemarin. Sayangnya hal ini belum mampu mendongkrak kinerja rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Rabu (1/2/2023).
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah melemah tipis 0,03% ke Rp 14.990/US$. Setelahnya, rupiah sempat menguat 0,2% ke Rp 14.955/US$, sebelum melemah lagi 0,1% ke Rp 15.000/US$.
Dari luar negeri, Dana Moneter International (IMF) kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 menjadi 2,9%. Angka perkiraan ini naik dari proyeksi yang dibuat pada Oktober yakni hanya berkisar 2,7%.
Perubahan proyeksi ini dipicu oleh pembukaan kembali aktivitas perekonomian China. Berdasarkan laporan IMF, hal ini membuka jalan untuk pemulihan aktivitas ekonomi dengan cepat. Pemicu lainnya ketangguhan beberapa negara di paruh kedua 2022, inflasi yang mulai mereda hingga penurunan dolar AS dari level tertingginya.
Sektor manufaktur Indonesia meningkatkan laju ekspansi pada Januari lalu, yang tentunya menjadi kabar baik. Seperti diketahui, industri pengolahan berkontribusi sekitar 18% terhadap produk domestik bruto (PDB), terbesar berdasarkan lapangan usaha.
S&P Global pagi ini melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur sebesar 51,3 pada Januari, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 50,8. Peningkatan laju ekspansi (angka di atas 50), tentunya bisa memberikan sentimen positif ke rupiah yang kemarin melemah 0,13%.
Meski demikian, pelaku pasar juga masih wait and see, sebab bank sentral AS (The Fed) akan mengumumkan suku bunga pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Pelaku pasar menanti kepastian apakah The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin sesuai ekspektasi, atau tetap 50 basis poin.
Jika The Fed menaikkan 25 basis poin, dan membuka ruang pemangkasan di akhir tahun nanti, rupiah berpeluang menguat lebih jauh. Sebaliknya, jika suku bunga dinaikkan 50 basis poin, rupiah berisiko terpuruk lagi. Itu artinya, The Fed memandang ancaman inflasi masih serius, dan risiko resesi semakin dalam bisa terjadi.
Sebelum itu, pasar hari ini juga menanti rilis data inflasi Indonesia.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan inflasi Januari 2023 akan menembus 0,44% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm).Inflasi akan jauh lebih rendah dibandingkan pada Desember 2022 yang tercatat0,66%.
Hasil polling juga memperkirakan inflasi secara tahunan (year on year/yoy) akan menembus 5,40% pada bulan ini. Inflasi lebih rendah dibandingkan pada Desember 2022 yang tercatat 5,51%.
Secara tahunan, inflasi akan melandai seiring dengan memudarnya dampak kenaikan harga BBM subsidi.
Dengan inflasi yang semakin turun, daya beli masyarakat tentunya akan semakin kuat, yang bisa berdampak positif bag pertumbuhan ekonomi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!