
Terima Kasih Pak Jokowi, Rupiah Tembus ke Bawah Rp 15.300/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali menguat tajam melawan rupiah pada perdagangan Kamis (12/1/2023) melanjutkan kinerja apik Rabu kemarin. Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akhirnya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) mendongkrak kinerja rupiah sejak kemarin.
Melansir data Refinitiv, rupiah sempat melesat hingga 1,26% ke Rp 15.285/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat dalam 3 bulan terakhir.
Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 15.336/US$, menguat 0,93%.
Dalam revisi (PP) Nomor 1 Tahun 2019, beberapa sektor baru masuk ke dalam daftar yang harus menempatkan DHE kepada regulator.
Hal ini disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sesuai arahan Presiden Jokowi dalam rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, Rabu (11/1/2023).
"Tadi juga arahan pak Presiden, ekspor yang selama ini positif itu perlu diikuti dengan peningkatan cadangan devisa, untuk itu pak Presiden meminta PP 1 Tahun 2019 DHE itu untuk diperbaiki," ungkapnya.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia (BCA) Tbk David Sumual mengungkapkan keputusan ini merupakan langkah maju dalam pengelolaan DHE.
"Artinya ini satu langkah lebih baik, sehingga nanti bisa menambah likuditas valas di dalam negeri," ujar David kepada CNBC Indonesia, Rabu (11/1/2023).
David menekan, dampak positif dari revisi aturan itu, sehingga bakal adanya aturan terkait rentang waktu lamanya eksportir harus memarkirkan dolar nya di tanah air, maupun perluasan sektor industri yang tidak hanya industri ekstraktif, tentu akan menambah pundi-pundi dolar di Tanah Air.
"Ujung-ujungnya kan likuiditas kita harapkan tambah meningkat, sehingga suku bunga dana juga menurun dan ini sangat baik untuk sektor riil," tutur David.
"Selama ini untuk pinjaman valas kita, juga kredit valas meningkat cukup tinggi akhir-akhir ini, nah ini kebutuhan valas yang besar ini juga akan mempengaruhi kurs nya pada akhirnya," ucapnya.
Kendati begitu, David mengingatkan, rencana pengaturan ini juga harus diiringi dengan peningkatan instrumen finansialnya, khususnya dalam bentuk valas, supaya devisa yang parkir bisa memberi nilai tambah lebih bagi perekonomian dalam negeri.
Seperti diketahui isu keringnya pasokan dolar AS di dalam negeri membuat rupiah sulit menguat.
Keringnya pasokan dolar AS terlihat dari neraca perdagangan yang surplus 31 bulan beruntun, sementara cadangan devisa terus menurun.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode Januari - November 2022 surplus neraca perdagangan tercatat lebih dari US$ 50 miliar.
Bank Indonesia (BI) Jumat lalu melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2022 mencapai US$ 137,2 miliar, naik US$ 3,2 miliar dari posisi November.
Dengan DHE bisa ditahan lama di dalam negeri, pasokan dolar AS tentunya akan kembali bertambah, rupiah tentu bisa menguat.
Selain itu, pelaku pasar kini menanti rilis data inflasi Amerika Serikat.
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!