BI "Turun Gunung" Rupiah Tak Jadi Mata Uang Terburuk Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 March 2021 16:40
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (5/3/2021), akibat yield obligasi (Treasury) AS yang kembali naik. Bank Indonesia (BI) menyebut pasar keuangan Indonesia full alert merespon dampak negatif kenaikan yield tersebut.

Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.260/US$. Tetapi tidak lama, Mata Uang Garuda langsung merosot hingga 0,56% di Rp 14.340/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah baru di tahun ini, serta sejak 5 November lalu.

Rupiah mampu memangkas pelemahan hingga mengakhiri perdagangan di level Rp 14.290/US$ di pasar spot.

Mayoritas mata uang utama Asia melemah hari ini. Hingga pukul 15:21 WIB, hanya won Korea Selatan yang mampu menguat. Rupiah setelah memangkas pelemahan terlepas dari label mata uang terburuk di Asia.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun naik 8,01 basis poin ke 1,5484%. Level tersebut merupakan penutupan perdagangan tertinggi di tahun ini, dan sejak Februari 2020 lalu. Hari ini, yield tersebut masih berada di atas 1,54%.

Pada Kamis pekan lalu, yield ini memang sempat menembus level 1,6%, tetapi setelahnya terpangkas dan mengakhiri perdagangan di 1,5150%

Kenaikan yield Treasury tersebut memberikan 3 pukulan telak bagi rupiah. 3 hal yang memberikan pukulan telak. Yang pertama memburuknya sentimen pelaku pasar yang tercermin dari jeblolnya bursa saham, yang kedua risiko capital outflow di pasar obligasi sebab selisih yield antara Treasury dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menipis, dan yang terakhir melesatnya indeks dolar AS.

Indeks yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini kemarin ikut melesat bersama yield Treasury. Indeks dolar AS menyentuh level tertinggi dalam 3 bulan terakhir setelah mengakhiri sesi di level 91,614 atau melesat 0,73%. Hingga sore ini, indeks dolar AS kembali naik 0,3%.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cadev RI Cetak Rekor, BI Siap Lancarkan Triple Intervention

Dari dalam negeri, BI melaporkan posisi cadangan devisa pada akhir Februari sebesar US$ 138,8 miliar, naik US$ 800 juta dibandingkan dengan posisi akhir Januari lalu.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 10,5 bulan impor atau 10,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis BI.

Posisi cadev di bulan Februari lalu merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah, mematahkan rekor sebelumnya US$ 138 miliar yang dicapai pada bulan Januari lalu. Artinya dalam 2 bulan pertama tahun ini, cadev Indonesia terus mencetak rekor tertinggi.

BI kini dalam posisi bersiap untuk menghadapi situasi pasar keuangan global yang sedang bergejolak.

Hal ini diungkapkan oleh Haryadi Ramelan, Kepala Departemen Pengelolaan Devisa, sebagai Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, dalam acara Power Lunch CNBC TV Indonesia, Jumat (5/3/2021).

"Situasi pasar sedang risk off dan standby, dan full alert untuk pasar domestik kita," ujarnya.

Haryadi memastikan BI akan selalu berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang terkena dampak dari dinamika global tersebut.

"Ini memang situasi yang masih dinamis, dan BI sesuai mandat akan terus selalu berada di pasar, berlaku secara fundamental rupiah berapa dan ada triple intervention di spot dan DNDF (Domestic Non Deliverable Forward) dan pembelian Surat Berharga Negara di secondary market. Ini tools yang terus kami lakukan dan pantau di pasar," papar Haryadi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular