Harga Gula Dunia Naik, Eh di RI Malah Turun! Kenapa Ya?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 March 2021 13:15
Operasi pasar ini merupakan stok dari 22.000  ton gula kristal putih yang baru saja didatangkan dari India, guna mengisi kebutuhan menjelang hari lebaran. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Gula Pasir (CNBC Indonesia/Muhammadd Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga pangan dunia terus terkerek naik. Namun di Indonesia yang ada malah turun. Kok bisa?

Organisasi Pangan Dunia (FAO) melaporkan, indeks harga pangan pada Februari 2021 tercatat 116, naik 2,8 poin dari bulan sebelumnya. Ini adalah titik tertinggi sejak Juli 2014.

Secara rinci, kenaikan tertajam dialami oleh kelompok gula dan produk gula serta minyak nabati. Indeks harga serealia, susu dan produk susu, serta daging memang naik tetapi lajunya melambat.

Tahun lalu, harga pangan turun karena lemahnya permintaan. Maklum, dunia sedang prihatin karena pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Krisis kesehatan dan kemanusiaan berubah menjadi krisis sosial-ekonomi karena pandemi ditangani dengan pembatasan sosial (social distancing).

Namun jelang akhir 2020, harapan itu datang. Vaksin anti-virus corona mulai disuntikkan ke lengan penduduk planet bumi. Perlahan tetapi pasti, dunia menuju kekebalan kolektif (herd immunity) melawan virus corona.

Mengutip catatan World in Data, total vaksin yang sudah disuntikkan di seluruh negara per 3 Maret 2021 adalah 275,84 juta dosis. Rata-rata tujuh harian vaksinasi adalah 7,52 juta dosis per hari.

Vaksinasi yang sudah masif ini sedikit banyak mempengaruhi laju penambahan kasus baru. Per 4 Maret 2021, Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan jumlah pasien positif corona di seluruh negara adalah 114,85 juta orang. Bertambah 416.197 orang dibandingkan sehari sebelumnya.

Meski pasien baru terus saja bertambah, tetapi lajunya melambat. Rata-rata penambahan pasien positif selama 14 hari terakhir (19 Februari-4 Maret 2021) adalah 377.708 orang per hari. Berkurang ketimbang rerata 14 hari sebelumnya yaitu 395.978 orang setiap harinya.

Oleh karena itu, sedikit demi sedikit social distancing mulai dikendurkan. Di Amerika Serikat (AS), Negara Bagian Texas mencabut kewajiban warga untuk memakai masker. Mulai pekan depan, pelaku usaha juga sudah boleh membuka bisnisnya dalam skala penuh.

"Sudah saatnya membuka Texas 100%," tegas Gregory 'Greg' Abbot, Gubernur Texas, seperti dikutip dari Reuters.

Di Eropa, pemerintah Jerman setuju untuk melonggarkan pembatasan sosial. Namun langkah ini disertai dengan menggenjot tes dan kalau kasus melonjak lagi maka siap-siap social distancing kembali diketatkan.

"Kita sedang di ambang fase baru pandemi sehingga tidak boleh lengah. Namun bukan berarti tidak ada harapan," kata Angela Merkel, Kanselir Jerman, sebagaimana diwartakan Reuters.

Nah, aktivitas dan mobilitas masyarakat yang bertambah menyebabkan permintaan mulai terkerek naik, termasuk permintaan pangan. Hasilnya harga bergerak naik.

Bagaimana dengan di Indonesia? Apakah harga sembako juga merangkak naik?

Ummm, sepertinya belum. Mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, harga gula yang di level global naik malah turun di Indonesia.

Dalam sebulan terakhir, harga gula pasir lokal turun tipis 0,37%. Sementara harga gula pasir premium turun 0,95%.

Sepertinya permintaan di Indonesia belum pulih secepat negara-negara lainnya. Ini terlihat dari laju inflasi yang terus melambat.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada Februari 2021 sebesar 0,1% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM). Dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020 (year-on-year/YoY), inflasi tercatat 1,38%.

"Inflasi yang 0,1% itu lebuh lambat dibandingkan Januari 2021 dan jauh lebih lambat dibandingkan posisi Februari 2020. Pergerakan inflasi tahunan juga demikian. Jadi ini mengindikasikan bahwa sampai dengan akhir Februari 2021 dampak pandemi ini mash membayang-bayangi perekonomian," kata Suhariyanto, Kepala BPS.

Paling terlihat adalah dari laju inflasi inti. Inflasi inti adalah indikator yang bisa mencerminkan kekuatan daya beli masyarakat. Sebab, inflasi ini berisi barang dan jasa yang harganya susah naik-turun atau persisten. Kalau harga yang susah bergerak saja sampai turun, maka artinya dunia usaha sudah 'desperate' dan memilih menurunkan harga jual untuk mengikuti penurunan permintaan.

"Inflasi inti secara tahunan masih melemah menjadi 1,54%. Inflasi inti secara tahunan mengalami perlambatan, permintaan domestik memang masih lemah," keluh Kecuk, sapaan akrab Suhariyanto.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular