Analisis

Dihantam Pandemi 2020, Intip Kinerja 10 Raksasa Batu Bara RI

Ferry Sandria, CNBC Indonesia
03 March 2021 16:15
Bongkar Muat Batu Bara
Foto: Bongkar Muat Batu Bara di Terminal Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Produksi batu bara Indonesia kembali melebihi target sepanjang tahun lalu kala dunia dihantam pandemi Covid-19 yang memporak-porandakan ekonomi dan sektor-sektor penopangnya.

Meski ada pandemi, berdasarkan data dari Minerba One Data (MODI) produksi batu bara Indonesia di tahun lalu justru mencapai 562,91 juta ton mengalami kelebihan 2,35% dari target 550 juta ton.

Kelebihan produksi tahun 2020 relatif kecil jika dibandingkan dengan kelebihan produksi tahun 2019 yang mencapai 25,98% lantaran dampak pandemi.

Meskipun produksi melebihi target, realisasi ekspor dan DMO (domestic market obligation) masih belum mencapai target yang ditentukan. Dari target ekspor 395 juta ton, hanya terealisasi 82% nya saja sebesar 327 juta ton. Demikian pula target DMO 155 juta ton hanya terealisasi 85% atau sebesar 131,89 juta ton.

Lantas jika produksi masih melebihi target yang ditentukan, bagaimana dengan kinerja emiten batu bara nasional?

Data laporan keuangan pada kuartal III 2020, terlihat 10 emiten batu bara nasional di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan penjualan dan pendapatan usaha. Untuk laporan tahunan, belum semuanya merilis kinerja hingga Desember 2020.

Adapun 10 emiten batu bara tersebut adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID), PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Borneo Olah Sarana Sukses Tbk (BOSS), PT Petrosea Tbk (PTRO) dan PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP).

Pendapatan Q3 Emiten Batu Bara/Ferry SandriaFoto: Pendapatan Q3 Emiten Batu Bara/Ferry Sandria
Pendapatan Q3 Emiten Batu Bara/Ferry Sandria

NEXT: Analisis kinerja

Penurunan penjualan dan pendapatan terkecil di Q3-2020 secara year on year (YoY) dicatat oleh BOSS dengan penurunan 18%, lalu disusul oleh MBAP dengan penurunan sebesar 19%.

Penurunan penjualan dan pendapatan terbesar dibukukan oleh HRUM dengan penurunan 32%. Adapun kabar baik dari Harum yakni perusahaan sudah mulai melakukan diversifikasi ke bisnis tambang nikel dengan mengakuisisi tambang nikel di Australia.

Rata-rata penurunan dari 10 emiten batubara tersebut adalah 26%.

Laba/Rugi Emiten Batu Bara/Ferry SandriaFoto: Laba/Rugi Emiten Batu Bara/Ferry Sandria
Laba/Rugi Emiten Batu Bara/Ferry Sandria

Adapun untuk ADRO, meskipun mengalami penurunan kinerja, total penjualan ADRO kuartal III tahun lalu mencapai US$ 1,954 miliar atau setara dengan Rp 27,36 triliun (kurs Rp 14.000/US$) dan INDY mencapai US$ 1,538 miliar atau setara Rp 21,53 triliun.

Khusus Adaro, perusahaan yang dipimpin oleh Garibaldi "Boy" Thohir ini sudah melaporkan kinerja produksi dan penjualan di 2020. Total produksi batu bara sepanjang tahun 2020 ADRO sebesar 54,53 juta ton atau turun 6% dari periode yang sama di tahun sebelumnya.

Head of Corporate Communication Adaro Febriati Nadira, dalam penjelasannya di keterbukaan informasi BEI menyampaikan, volume produksi batu bara tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan target yang ditetapkan untuk tahun 2020 sebesar 52 - 54 juta ton.

Sementara itu, volume penjualan batu bara pada 2020 mencapai 54,14 juta ton, turun 9% secara tahunan.

Ekuitas Emiten Batu Bara/Ferry SandriaFoto: Ekuitas Emiten Batu Bara/Ferry Sandria
Ekuitas Emiten Batu Bara/Ferry Sandria

"Nisbah kupas tahun 2020 tercatat 3,84 kali lebih rendah daripada panduan yang ditetapkan sebesar 4,30 kali akibat cuaca yang kurang baik hampir di sepanjang tahun," kata Febriati Nadira, Rabu (17/2/2021).

Tahun ini, Febriati menyatakan produksi batu bara ADRO ditargetkan 52 juta ton - 54 juta ton, nisbah kupas 4,8 kali, EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) operasional US$ 750 juta - US$ 900 juta atau setara dengan Rp 11-13 triliun, dan capex sebesar US$ 200 juta - US$300 juta, atau setara dengan Rp 2,8 triliun hingga Rp 4,2 triliun.

Tabel Kinerja Emiten Batu Bara 2020/Ferry SandriaFoto: Tabel Kinerja Emiten Batu Bara 2020/Ferry Sandria
Tabel Kinerja Emiten Batu Bara 2020/Ferry Sandria

Laba Turun

Sementara itu, sembilan perusahaan tersebut mengalami penurunan jumlah laba dari operasi jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Bahkan empat emiten mengalami kerugian (INDY, BUMI, DOID dan BOSS). Sebagai catatan, BUMI dari Grup Bakrie membawahi dua produsen batu bara terbesar di Indonesia yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia.

Perusahaan yang berhasil mengalami kenaikan jumlah laba dari operasi adalah HRUM yang naik 51% dari US$ 18,1 juta ke US$ 27,3 juta.

Selain BOSS, emiten yang mengalami penurunan laba operasi terbesar adalah INDY, turun 575% dari tahun sebelumnya, diikuti oleh BUMI yang turun 258% dengan catatan rugi paling besar US$ 136,98 juta.

Senada dengan penjualan dan laba, toal ekuitas perusahaan tambang batu bara juga turun kecuali PTRO yang naik 1%, HRUM naik 6% dan BOSS naik 630%.

Harga batu bara yang rendah di tiga kuartal awal 2020 berhasil menguat di akhir tahun. Sejak September tahun lalu hingga Februari tahun ini harga batu bara acuan terus naik dari US$ 49,42 di bulan September hingga US$ 87,79 di Februari. Awal Maret ini harga batu bara acuan mengalami koreksi sedikit turun ke angka US$ 84,49 per ton.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Batu Bara Lompat Lagi, Bikin Saham ITMG dkk Ikutan Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular