
Yakin Mau Caplok Bali United, Mas Kaesang?

Bagi yang mengalami atau besar di dekade 1990-an, nama Padhyangan Project tentu tidak asing. Pada 1998, bertepatan dengan Piala Dunia 1998, Denny Chandra dan kolega merilis tembang berjudul Lagunya Lagu Bola (plesetan The Cup of Life yang dinyanyikan Ricky Martin).
Lagu itu sudah berumur lebih dari 20 tahun. Ironisnya, kok masih relevan dengan kondisi sekarang...
Rencananya Indonesia
'Kan menuju pentas dunia
Bagaimana itu bisa
Liga saja tidak ada...
Miris, kondisi 20 tahun lalu bisa masih kejadian. Memang ada pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang membuat seluruh dunia berhenti, termasuk sepakbola. Bahkan di Eropa, kompetisi sepakbola sempat mandek selama berbulan-bulan, malah ada yang membatalkan musim 2019/2020 seperti Prancis dan Belanda.
Namun kita tentu tidak bisa terlalu lama tenggelam dalam cemas dan duka. Hidup harus berjalan, tidak boleh berhenti. Sepakbola pun demikian, kompetisi kembali digulirkan meski dengan berbagai keterbatasan (yang paling mencolok laga tanpa penonton di stadion).
Tidak cuma di Eropa, sepakbola di Asia pun sudah melanjutkan hidupnya. Malaysia Premier League, Singapore Premier League, Thai League 1, semua sudah bergulir.
Liga 1 dkk? Hmmm...
Seperti di berbagai negara, kompetisi sepakbola berhenti total sejak Maret tahun lalu. Namun saat negara-negara lain sudah restart, Indonesia masih gelap.
Kini PT Liga Indonesia Baru (LIB) berencana kembali menggulirkan kompetisi pada 11 Juni 2021. Artinya, kompetisi baru dimulai lagi setelah lebih dari setahun berhenti. Itu pun dengan catatan tidak ada penundaan lagi.
Kalau gara-gara pandemi dan pertimbangan protokol kesehatan oke lah, bisa dimaklumi kalau kompetisi sepakbola terus tertunda karena nyawa adalah pertimbangan pertama dan paling utama. Masalahnya, jadwal kompetisi di mana hanya Tuhan yang tahu seperti ini terjadi hampir setiap tahun. Tidak ada yang tahu kapan kompetisi dimulai setiap musimnya, tidak ada jadwal yang pasti.
Ini membuat klub kesulitan membuat perencanaan. Kontrak pemain, sponsor, dan sebagainya menjadi penuh ketidakpastian. Sungguh bukan sebuah iklim yang sehat.
Kalau mau menjadi sepakbola menjadi industri seperti tambang, perbankan, dan lain-lain, maka pasarnya harus ada. Pelaku usaha tambang, perbankan, dan sebagainya dihargai oleh pelaku pasar kala menjadi yang terbaik di pasar, menjadi yang unggul dalam persaingan di antara perusahaan sejenis.
Untuk industri sepakbola, pasar itu adalah kompetisi atau liga. Di liga, setiap klub bersaing menjadi yang terbaik sehingga mendapat prestasi dan pengakuan. Namun, seperti lagu Padhyangan Project, liga saja tidak ada...
Mana pasarnya? Kalau tidak ada pasar, mau jualan apa?
Oleh karena itu, sepakbola di Ibu Pertiwi masih sangat jauh dari kata industri. Sepakbola masih cukup jadi hobi saja, jangan jadikan sepakbola sebagai ladang cari nafkah. Setidaknya untuk saat ini, semoga besok ada perbaikan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)