
Bad Day Buat Grup Astra, Harga Saham Anak Usaha Ikut Rontok

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham Grup Astra mulai berjatuhan pada perdagangan awal sesi I Jumat (26/2/2021) hari ini, setelah induk dari Grup Astra, yakni PT Astra International Tbk (ASII) melaporkan kinerja keuangannya pada tahun 2020.
Pelemahan saham Grup Astra juga sejalan dengan koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini sebesar 0,18% di posisi 6.278.
Berikut gerak saham Grup Astra pada perdagangan sesi I pukul 09:25 WIB pagi hari ini.
Tercatat, saham anak usaha Astra di bidang alat konstruksi, PT United Tractors Tbk (UNTR) menjadi yang paling parah pelemahannya. Saham UNTR ambles 2,96% ke level Rp 22.950/unit pada pukul 09:25 WIB.
Data perdagangan mencatat nilai transaksi saham UNTR pagi ini mencapai Rp 32,7 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 1,4 juta lembar saham. Investor asing pun melakukan aksi jual bersih (net sell) di pasar reguler sebanyak Rp 450,9 juta.
Berikutnya di posisi kedua terdapat saham anak usaha Astra di bidang jasa konstruksi, yakni PT Acset Indonusa Tbk (ACST) yang melemah 1,55% ke level Rp 382/unit pada pagi hari ini.
Nilai transaksi saham ACST telah mencapai Rp 4,8 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 12,5 juta lembar saham. Namun, investor asing malah melakukan aksi beli bersih (net buy) di pasar reguler sebanyak Rp 671 juta.
Adapun untuk induk Grup Astra, yakni PT Astra International Tbk (ASII) berada di posisi ketiga dalam pelemahan saham Grup Astra. Saham ASII terkoreksi 1,35% ke Rp 5.500/unit pada perdagangan sesi I hari ini.
Nilai transaksi saham ASII mencapai Rp 146,1 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 26,7 juta lembar saham. Seperti saham UNTR, investor asing juga melakukan net sell saham ASII di pasar reguler sebanyak Rp 71,89 miliar.
Pelemahan saham Grup Astra termasuk induknya (ASII) terjadi setelah perseroan milik Jardine Matheson ini resmi merilis kinerja keuangan tahun 2020, di mana kinerja keuangan saham ASII drop akibat dari pandemi virus corona (Covid-19).
Sebelumnya, induk usaha konglomerasi Grup Astra ini melaporkan kinerja keuangan yang kurang menggembirakan pada 2020. Laba bersih perseroan drop 26% menjadi Rp 16,16 triliun pada 2020, dibandingkan 2019 yang tercatat sebesar Rp 21,71 triliun.
Tanpa memasukkan keuntungan penjualan saham PT Bank Permata Tbk (BNLI), maka laba bersih Astra terpangkas 53% secara tahunan menjadi Rp 10,3 triliun.
Penurunan laba bersih Astra disebabkan karena penurunan pendapatan bersih di tahun lalu sebesar 26% menjadi Rp 175,05 triliun dari tahun 2019 yakni Rp 237,17 triliun.
"Pendapatan dan laba bersih grup Astra (Grup) pada tahun 2020 menurun akibat dampak dari pandemi Covid-19 dan upaya penanggulangannya. Grup terus beroperasi di tengah kondisi yang menantang, dan masih terdapat ketidakpastian mengenai kapan pandemi akan berakhir," kata Presiden Direktur Astra Djony Bunarto Tjondro, melalui siaran pers yang disampaikan perseroan, Kamis sore (25/2/2021).
Djony menambahkan kondisi ini akan berlangsung selama beberapa waktu dan masih terlalu dini untuk memprediksi dampak pandemi terhadap kinerja Grup pada tahun 2021.
"Pada masa yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian ini, saya ingin berterima kasih kepada segenap karyawan kami atas kerja keras, dedikasi, dan profesionalisme mereka."
Dengan demikian, laba bersih per saham menurun 53% (belum termasuk keuntungan dari penjualan saham Bank Permata) menjadi Rp 255 dari Rp 536.
Penurunan kinerja Astra, disebabkan karena penjualan mobil turun 50% dengan pangsa pasar juga sedikit mengalai penurunan. Sementara penjualan sepeda motor turun 41%, tapi pangsa pasar yang meningkat
Selain itu, di industri jasa keuangan anak usaha Astra harus melakukan peningkatan provisi kerugian kredit, dan di anak usaha pertambangan, penurunan harga batu bara mempengaruhi penjualan alat berat dan volume kontraktor penambangan juga mempengaruhi pendapatan perseroan.
Di sektor agribisnis, anak usaha perseroan diuntungkan oleh harga minyak kelapa sawit yang lebih tinggi, di mana posisi neraca keuangan dan pendanaan yang kuat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Laba UNTR Semester I Capai Rp 4,5 T, Ini Pemicu Utamanya!