
Rupiah Menguat Sih, Tapi Kok Rawan Ya...

Akan tetapi, rupiah tetap perlu waspada. Sebab, situasi di luar sedang kurang kondusif.
Dini hari tadi waktu Indonesia, bursa saham New York ditutup merah. Indeks Dow Jonws Industrial Average (DJIA) memang naik tipis 0,09% tetapi S&P 500 terkroeksi 0,77% sementara Nasdaq Composite ambles 2,46%. Kali terakhir DJIA ditutup menguat sedangkan Nasdaq rontok lebih dari 2,4% adalah pada 29 Mei 2001.
Lagi-lagi penyebab gonjang -ganjing di Wall Street adalah imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Pada pukul 07:47 WIB, yield US Treasury Bond tenor 10 tahun berada di 1,3687%. Sejak awal bulan ini, yield melesat 26 basis poin (bps) dan kemungkinan bisa mencatat kenaikan bulanan tertinggi dalamtiga tahun terakhir.
"Investor punya pandangan bahwa kenaikan yield obligasi berarti mulai ada risiko tekanan inflasi. Saat ini sedang terjadi keresahan di pasar," kata Lindsey Bell, Chief Investment Strategist di Ally Invest yang berbasis di North Carolina (AS), seperti dikutip dari Reuters.
Sejauh ini laju inflasi memang masih lambat. Inflasi yang diukur dari Personal Consumption Expenditure (PCE) ini pada Januari 2021 berada di 1,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Melambat dibandingkan Desember 2020 yang sebesar 1,61% dan masih jauh di bawah target bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yakni 2%.
Halaman Selanjutnya --> Ekonomi AS Kian Menggeliat
(aji/aji)
