Dear Investor TLKM, Ini Bocoran Ekspansi Gede Telkom! Simak

Yuni Astuti & Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
23 February 2021 09:04
telkom indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) memang ditutup minus 1,25% pada perdagangan Senin kemarin (22/2/2021) di level Rp 3.170/saham sehingga secara year to date atau tahun berjalan saham BUMN telekomunikasi ini minus 19,13%.

Meski demikian data perdagangan mencatat, selama year to date, investor asing ternyata masih mengoleksi saham TLKM dengan beli bersih di pasar reguler menembus Rp 1,46 triliun. Ditambah dengan pasar nego dan tunai, beli bersih saham induk usaha Telkomsel ini mencapai Rp 1,52 triliun dengan kapitalisasi pasar Rp 314 triliun.

Dalam acara "Prospek Pasar Modal 2021" yang digelar CNBC Indonesia, Senin kemarin (22/2/2021), manajemen Telkom pun membeberkan beberapa rencana strategis yang bisa menjadi pertimbangan investor.

Dari sisi penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO), Direktur Strategic Portfolio Telkom Indonesia Budi Setyawan Wijaya mengatakan perseroan akan membawa dua anak usaha untuk IPO, satu di Bursa Efek Indonesia (BEI), dan satu di bursa Asia tanpa menyebutkan nama bursa.

"Sebenarnya beberapa anak usaha kita sudah go public, ada di Jepang, di Australia," katanya dalam forum tersebut yang juga dihadiri Direktur Utama BEI Inarno Djajadi dan Komisaris BEI Pandu Sjahrir.

"Tahun ini ada 2 [IPO], satu di Indonesia, satu lagi di Asia. Saya ga bisa naming [sebutkan nama] insya Allah tahun ini kejadian [realisasi]. Kalau dilihat kesiapan faktanya sudah beberapa go public," katanya lagi.

Sebelumnya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memang sudah menyebutkan TLKM akan melakukan pemisahan (spin off) beberapa anak usahanya di bidang infrastruktur melalui pasar modal, yang merupakan bagian dari restrukturisasi korporasi.

Spin-off ini dilakukan dengan mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Anak usaha Telkom di bidang infrastruktur akan melakukan IPO dan akan ditawarkan kepada investor global melalui Indonesia Investment Authority (INA), dana abadi atau Sovereign Wealth Fund (SWF) yang dibentuk pemerintahan Presiden Jokowi.

Adapun Telkom memang telah merencanakan untuk melepas anak usahanya PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) ke pasar modal. Ditargetkan eksekusinya akan dilakukan pada kuartal terakhir tahun ini, atau paling lambat pada kuartal pertama 2022.

Mitratel yang merupakan anak usaha Telkom yang bergerak di bidang penyediaan infrastruktur telekomunikasi memiliki menara telekomunikasi yang tersebar di berbagai wilayah dan melayani semua operator seluler di Indonesia dengan jumlah lebih dari 22.000 menara telekomunikasi.

Setelah IPO, Mitratel berpotensi menjadi perusahaan menara telekomunikasi terbesar di Indonesia, dengan jumlah menara 34.025. Hasil penggabungan 18.000 menara dimiliki oleh Telkomsel dan 16.025 sisanya milik Mitratel.

NEXT: Ekspansi Startup

Lebih lanjut Budi Setyawan menjelaskan bahwa banyak potensi yang bisa dilakukan dengan startup digital mengingat di masa pandemi ini banyak kebutuhan masyarakat dengan servis yang di-delivered oleh startup.

Sebab itu dia mengatakan, Telkom Indonesia melalui MDI Ventures akan tetap fokus menyuntikkan modal kepada startup, melihat potensi yang bisa dilakukan dengan startup digital terutama di masa pandemi.

"Kita punya MDI Ventures di mana dia mengelola dana investasi Telkom yang lumayan besar, kita sudah investasi di 50-an perusahaan, berpotensi ke depannya bisa menopang revenue driver Telkom seperti yang disampaikan Pak Pandu Sjahrir [Komisaris BEI]," katanya.

Modal ventura milik Telkom diakui berbeda dengan yang sudah ada. Terdapat Corporate Venture Capital (CVC) di mana pertama kali yang akan dinilai adalah aspek sinergi. Terutama bagaimana memperkuat ekosistem digital yang menjadi prasyarat Telkom dalam mencari aset yang akan disuntik modal.

"Tidak semata capital gain [keuntungan dari penempatan saham], tapi juga dari sisi sinergi," ujarnya singkat

Dana kelolaan saat ini mencapai US$ 600 juta atau setara Rp 8,4 triliun (kurs Rp 14.000/US$) yang bekerjasama dengan berbagai pihak, di antaranya Kookmin Bank asal Korea. Serta ada pula perusahaan investasi asal negeri kincir angin, Belanda.

"Total US$ 830 juta. Tersebar di berbagai digital sektor antara lain healthcare, agriculture, dan lainnya," tuturnya.

Tahun ini, Telkom akan tetap fokus di pasar domestik. Hal ini tak lain karena melihat pangsa pasar domestik masih sangat besar. "Ekosistem berkembang bagus. Fintech, kesehatan tentu saja. Logistik juga. Ini area akan fokus 2021," pungkasnya.

Gojek

Budi Setyawan Wijaya mengatakan suntikan modal yang disuntikkan kepada Gojek Indonesia tak semata-mata mencari keuntungan saja. Pada 16 November 2020, Telkom melakukan investasi di PT Aplikasi Karya Anak Bangsa alias Gojek yang dilakukan untuk membangun ekosistem digital yang inklusif dan berkesinambungan.

Nilai investasinya mencapai US$ 150 juta (Rp 2,17 triliun, asumsi kurs Rp 14.500/US$).

"Bahwa semangat kita semata-mata tak hanya ingin gain capital. Sudah mulai muncul service hasil sinergi dengan Gojek. Paket siap online agar di convert jadi pelanggan Telkom. Akan ada lagi kerjasama di area lain, digital advertising," ujarnya.

Telkom menurutnya akan terus mendorong perusahaan dalam negeri ikut berpartisipasi masuk ke perusahaan unicorn lainnya. Apalagi, "kue" terkait hal ini di Indonesia masih sangat minim.

"Kalau di Amerika unicorn sudah ordernya ratusan. Di kita market sebesar ini masih sangat kecil. Ini potensi besar, dengan market sebesar RI untuk arena pemain digital pemain unicorn baru," imbuhnya.

5G

Adapun berkaitan jariangan 5G, Budi Setyawan mengatakan untuk mengembangkan jaringan 5G di Indonesia banyak elemen yang harus disiapkan.

"5G tidak hanya lisensi. Kita harus siapkan infrastruktur misalnya fiber optic karena ini komponen penting ayang akan menghubungkan mini pool dengan 5G," ujarnya.

"Kita juga siapkan data center di daerah. Jadi, aset properti sentral-sentra di daerah mulai dibangun menjadi regional data center agar lebih dekat ke pasar (market). Use case untuk industri agar terbantu dengan 5G dan efisien. itu hal-hal yang disiapkan untuk menyambut 5G."

Menurut Budi, bisnis 5G ke depan cukup besar. "Konsumer pelanggan butuh kecepatan (speed) tinggi sehingga ketika mobile dapat akses tinggi. Ketika di rumah butuh akses cepat. Kalau ada 5G, ada VWA, terus untuk beberapa aplikasi virtual reality hanya bisa disediakan maksimum oleh 5G," terangnya.

Dari sisi enterprise (korporasi), dengan adanya internet of things (IoT), dibutuhkan teknologi mendukung 5G yang tepat. "Secara size, saat ini belum bisa melihat angka. Secara kebutuhan, itu ada. baik di sisi konsumer atau enterprise," jelasnya.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gojek Caplok 22% Saham Bank Jago, Tokopedia Siap IPO Rp 14 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular