
Catat! Sentimen yang Tentukan Nasib IHSG-Rupiah Pekan Depan

Pertama, investor perlu mencermati perkembangan yield obligasi pemerintah AS. Pekan lalu, yield instrumen ini naik sehingga menimbulkan gonjang-ganjing di pasar.
"Ketika yield obligasi pemerintah naik, maka harga aset-aset lain harusnya turun. Teorinya seperti itu," ujar Eric Freedman, Chief Investment Officer di AS Bank Wealth Management.
Sepanjang minggu lalu, yield US Treasury Bond tenor 10 tahun naik 14,5 bps. Yield instrumen ini berada di titik tertinggi sejak Februari 2020.
Kenaikan yield obligasi pemerintah AS disebabkan oleh peningkatan ekspektasi inflasi di Negeri Paman Sam. Seiring pemulihan ekonomi, permintaan akan meningkat sehingga memunculkan tekanan inflasi.
Saat ekspektasi inflasi meningkat, maka yield obligasi akan mengikuti. Sebab investor tentu akan mendorong yield lebih tinggi agar keuntungan tidak tergerus oleh inflasi.
Yield obligasi pemerintah AS yang terus naik lambat laun akan membuat pelaku pasar melirik. Ada ekspektasi cuan yang didapat dari memegang surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden semakin tinggi.
Ini akan membuat arus modal meninggalkan instrumen berisiko untuk masuk ke pasar obligasi pemerintah AS. Jika yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun sampai menembus 1,5%, Nomura memperkirakan pasar saham Negeri Adidaya akan anjlok sampai 8%. Kalau sampai terwujud, tentunya kabar kurang enak buat pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Halaman Selanjutnya --> Vaksinasi Makin Kencang
(aji/aji)