Harga Batu Bara Ambles 4% Minggu ini, Hopeless...?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 February 2021 08:30
Bongkar Muat Batu bara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara.
Foto: Bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara ambles pada pekan ini. Mulai berakhirnya musim dingin di bumi belahan utara (northern hemisphere) membuat permintaan si batu hitam berkurang drastis.

Pada minggu ini, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) merosot 4,26% secara point-to-point. Harga batu bara menjauh dari level US$ 80/ton.


Sejak akhir 2021 hingga akhir Januari, harga batu bara sejatinya dalam tren menguat. Namun memasuki bulan kedua 2021, harga mulai bergerak melemah.

Penyebabnya adalah puncak musim dingin yang sudah berlalu. Memasuki musim semi, kebutuhan penghangat ruangan tidak setinggi saat musim dingin. Ini membuat konsumsi listrik turun cukup tajam.

Mengutip catatan Our World in Data, sebagian besar pembangkit listrik dunia masih menggunakan batu bara sebagai sumber energi primer. Pada 2019, total produksi listrik dunia adalah 26.296,51 TWh. Dari jumlah tersebut, 35,95% bersumber dari batu bara.

bbSumber: Our World in Data

"Puncak permintaan musim dingin sudah berlalu. Sekarang permintaan batu bara mulai melandai," sebut Toby Hassall, Analis Refinitiv.

Halaman Selanjutnya --> Masih Ada Harapan Buat Batu Bara

Namun ke depan, harga batu bara masih berpotensi membaik. Ini didukung oleh pemulihan ekonomi dunia, yang oleh International Energy Agency (IEA) diperkirakan tumbuh 5,2%.

"Di Amerika Serikat (AS), listrik yang dihasilkan oleh pembangkit batu bara pada 2021 diperkirakan naik 12% dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Ini disebabkan oleh kenaikan permintaan listrik yang diperkirakan sebesar 1% YoY," sebut IEA dalam dokumen Electricity Market Report edisi Desember 2020.

IEA memperkirakan permintaan batu bara dunia tahun ini akan naik 2,6% YoY. Namun selepas itu, sepertinya prospek batu bara tidak terlampau cerah.

EIA memprediksi permintaan batu bara dunia pada 2022-2025 akan stagnan di kisaran 7,4 miliar ton. Lambat laun, energi baru dan terbarukan akan mengambil tempat.

"Energi terbarukan sudah berada di jalur yang benar untuk menggantikan batu bara sebagai sumber energi pembangkit lisrik pada 2025. Pada saat itu, penggunaan gas alam juga kami perkirakan sudah melampaui batu bara.

"Namun permintaan batu bara tetap akan tinggi, terutama di Asia. Dalam waktu dekat, belum ada tanda-tanda batu bara akan hilang sama sekali," jelas Keisuke Sadamori, Direktur IEA.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular