Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (10/2/2021). Dolar AS yang sedang terpuruk membuat rupiah mampu melanjutkan penguatan sejak awal pekan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 13.990/US$. Setelahnya penguatan terakselerasi hingga 0,21% ke Rp 13.960/US$. Level tersebut menjadi yang terkuat hari ini, rupiah kemudian mengendur dan mengakhiri perdagangan di level Rp 13.980/US$, menguat 0,07%.
Dengan demikian, rupiah sah menguat 3 hari beruntun melawan dolar AS.
Tidak hanya rupiah, semua amat uang utama Asia, kecuali yuan China dan baht Thailand, menguat melawan dolar AS. Hingga pukul 15:06 WIB, won Korea Selatan menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,52%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Fakta menguatnya mata uang utama Asia menunjukkan dolar AS sedang lesu hari ini, bahkan sejak Jumat pekan lalu. Indeks dolar AS kembali turun 0,05% ke 90,395, setelah membukukan penurunan 3 hari beruntun Selasa kemarin, dengan persentase dengan total 1,2%.
Pelemahan DXY tersebut sebenarnya sudah diprediksi sejak lama. Bahkan survei terbaru menunjukkan semakin banyak para analis yang memprediksi dolar AS akan melemah.
Reuters melakukan survei pada 1-4 Februari lalu, dari 73 analis sebanyak 63 atau 83% melihat dolar AS masih akan berada di level saat ini atau semakin lemah dalam 3 bulan ke depan. Hanya 10 orang yang memprediksi the greenback akan menguat.
"Masih banyak ruang penurunan bagi dolar AS, dan perspektif jangka panjang kami dolar AS masih akan melemah, bukan menguat," kata Steve Englander, kepala riset mata uang G10 di Standard Chartered, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (5/2/2021).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Data Ekonomi Indonesia Mengecewakan
Rupiah termasuk beruntung di pekan ini, tekanan yang dialami dolar AS membuatnya mampu menguat. Seandainya tidak, ada risiko rupiah melemah sebab data ekonomi dari Indonesia mengecewakan di pekan ini.
Kemarin, Bank Indonesia (BI) melaporkan, penjualan ritel yang diukur dengan Indeks Penjualan Rill (IPR) pada Desember 2020 adalah 190,1. Dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM) memang naik 4,8%.
Namun perubahan secara bulanan agak kurang mencerminkan tren, karena diganggu oleh faktor musiman. Misalnya pada Desember tentu lebih baik ketimbang November karena ada momentum Hari Natal-Tahun Baru.
Oleh karena itu, biasanya yang lebih menggambarkan tren sehingga lebih konsisten adalah pertumbuhan tahunan (year-on-year/YoY).
Secara tahunan, penjualan ritel pada Desember 2020 tumbuh -19,2%. Lebih parah ketimbang bulan sebelumnya yang -16,3%.
Kali terakhir Indonesia membukukan pertumbuhan penjualan ritel yang positif pada November 2019. Artinya, kontraksi penjualan ritel sudah terjadi selama 13 bulan beruntun.
Untuk bulan Januari 2021, BI memperkirakan penjualan ritel masih negatif, hanya lebih landai di -16,3% YoY.
Sehari sebelumnya, BI merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menunjukkan pesimisme. IKK pada Januari 2021 tercatat 84,9. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 96,5.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau masih di bawah 100, maka konsumen secara umum pesimistis dalam memandang perekonomian, baik saat ini maupun enam bulan yang akan datang.
"Pada Januari 2021, persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini melemah dari bulan sebelumnya, diindikasi karena diberlakukannya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di beberapa wilayah, khususnya Jawa dan Bali, yang berdampak pada kembali menurunnya aktivitas ekonomi dan terbatasnya penghasilan masyarakat," tulis laporan BI.
"Keyakinan konsumen terhadap penghasilan saat ini melemah disebabkan penurunan penghasilan rutin (gaji/upah/honor) maupun omset usaha, yang ditengarai akibat PPKM."
"Keyakinan konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja pada Januari 2021 juga tercatat menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Sejalan dengan penurunan keyakinan terhadap penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja, keyakinan konsumen untuk melakukan pembelian barang tahan lama pada Januari 2021 juga mengalami penurunan, terutama pada jenis barang elektronik, furnitur, dan perabot rumah tangga," jelas laporan BI.
TIM RISET CNBC INDONESIA