
Roda Berputar! 3 Hari Reli, Kurs Dolar Australia KO Hari Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melemah tipis melawan rupiah pada perdagangan Rabu (10/2/2021) akibat aksi ambil untung (profit taking) setelah melesat dalam 3 hari beruntun.
Pada pukul 11:18 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.819,12, dolar Australia melemah 0,06% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam 3 hari perdagangan sebelumnya, Mata Uang Kanguru melesat 1,6%.
Penguatan tajam tersebut terjadi setelah kebijakan karantina (lockdown) di Australia bagian barat dibuka.
"Saya sangat lega kita bisa mencapai titik ini. Sekarang kita bisa memulai lagi bisnis dan ekonomi dengan penuh rasa percaya diri," tegas Mark McGowan, Menteri Australia Bagian Barat, seperti dilansir Reuters.
Australia sejauh ini sukses mengendalikan penyebaran virus corona, perekonomiannya pun perlahan bangkit kembali. Meski demikian, bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) masih berencana menambah nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebesar AU$ 100 miliar, guna memacu perekonomian lebih lanjut.
Penambahan nilai QE tersebut akan membuat jumlah mata uang yang beredar di perekonomian bertambah, sehingga dolar Australia berisiko melemah.
Selain itu, suku bunga yang saat ini berada di rekor terendah 0,1% tidak akan dinaikkan hingga tahun 2024.
Outlook kebijakan tersebut membuat dolar Australia belum mampu menguat lebih jauh melawan rupiah. Padahal, kondisi rupiah kurang bagus setelah rilis data ekonomi di pekan ini.
Pada Senin lalu, Bank Indonesia (BI) merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menunjukkan pesimisme. IKK pada Januari 2021 tercatat 84,9. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 96,5.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau masih di bawah 100, maka konsumen secara umum pesimistis dalam memandang perekonomian, baik saat ini maupun enam bulan yang akan datang.
Sementara kemarin, BI melaporkan data penjualan ritel yang menunjukkan kemerosotan di bulan Desember 2020, dan diproyeksikan masih akan berlanjut hingga Januari 2021.
Penjualan ritel pada Desember 2020 mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 19,2%. Lebih parah ketimbang bulan sebelumnya kontraksi 16,3%.
Kali terakhir Indonesia membukukan pertumbuhan penjualan ritel yang positif pada November 2019. Artinya, kontraksi penjualan ritel sudah terjadi selama 13 bulan beruntun.
Untuk bulan Januari 2021, BI memperkirakan penjualan ritel masih negatif, sebesar -16,3% YoY.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lagi-Lagi Karena China, Dolar Australia Berjaya Lawan Rupiah
