
Yeay, Rupiah Sudah di Bawah Rp 14.000/US$!

Investor lega karena ada pertanda ekonomi mulai bangkit setelah terpukul hebat oleh pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Kebangkitan ini dicerminkan oleh data ketenagakerjaan AS.
ADP-Moody's Analytics dalam survei bulanannya memperkirakan ekonomi Negeri Paman Sam pada Januari 2021 menciptakan 174.000 lapangan kerja, lebih tinggi ketimbang konsensus yang dihimpun Reuters dengan proyeksi 50.000. Angka-angka ini jauh membaik ketimbang bulan sebelumnya yang berkurang 140.000.
"Pemulihan di pasar tenaga kerja terus berlangsung, meski mungkin lajunya lambat," ujar Rubeela Farooqi, Kepala Ekonom High Frequency Economics yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Saat semakin banyak lapangan kerja tercipta, maka semakin banyak orang yang mendapat penghasilan. Ketika semakin banyak yang punya penghasilan, maka kosumsi rumah tangga bakal meningkat. Konsumsi rumah tangga adalah tulang punggung ekonomi Negeri Adidaya dengan sumbangan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai lebih dari 60%.
Jika konsumsi rakyat AS naik, maka dampaknya akan dirasakan oleh seluruh negara. Sebab, AS adalah negara konsumen terbesar di dunia. Saat permintaan di AS naik, maka ekspor negara-nagara lain akan ikut terdongkrak, tidak terkecuali Indonesia.
Saat perdagangan internasional kembali semarak, maka yakinlah ekonomi tengah menuju jalan ninja, eh jalan kebangkitan. Jika perbaikan ini bisa dipertahankan bahkan ditingkatkan, maka ekonomi akan kembali ke masa pra-pandemi dalam waktu yang tidak terlampau lama.
Harapan ini yang membuat investor semringah. Perasaan ini kemudian diejawantahkan dalam bentuk sikap abai terhadap risiko (risk-off).
Tingginya minat terhadap aset-aset berisiko mendorong minat pelaku pasar untuk masuk ke pasar keuangan negara-negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Akibatnya, rupiah melanjutkan keperkasaan dengan berhasil mendongkel dolar AS ke bawah Rp 14.000.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
