Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengajukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait dengan perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dan entitas yang dimilikinya.
LPI atau Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia ini didirikan dengan nama Indonesia Investment Authority (INA) dengan modal sebesar Rp 75 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan LPI adalah lembaga kewenangan khusus dalam rangka pengelolaan investasi pemerintah pusat sebagaimana amanat dari UU Cipta Kerja (Omnibus Law), tujuannya meningkatkan dan mengoptimalkan investasi jangka panjang dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.
l"Tujuannya mengeloa investasi, merencanakan dan mengevaluasi. Kalau dilihat dari sisi yang khusus dan LPI adalah lembaga yang punya fleksibilitas dan profesionalitas dan dalam rangka menjadi LPI, menjadi mitra strategis. Dan dengan melihat Pasal 172 ayat 2 UU Ciptaker kami ajukan RPP khusus buat LPI," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (1/2/2021).
Sri Mulyani menjelaskan soal pajak, terkait dengan pemindahtanganan aset dan pembentukan perusahaan patungannnya, LPI dibentuk dengan PMN (penyertaan modal negara) dengan aset negara 100% pemerintah, baik cash maupun non cash.
Di sisi lain, pemerintah memiliki kekayaan negara yang disahkan dalam BUMN, sedangkan dalam LPI, menurut UU Ciptaker bahwa untuk cabang yang penting bagi negara dan kuasai hajat hidup orang banyak tidak akan dimasukkan dalam penyertaan modal LPI, namun bisa dikuasakelolakan dalam bentuk perusahaan patungan (JV) di mana LPI jadi penentu utama.
"Untuk JV ini, LPI bisa berikan penyertaan modal atau bentuk dengan penyertaan modal."
Berikut beberapa ketentuan yang akan termaktub dalam RPP yang ditengah digodok tersebut, setidaknya akan mengatur soal pajak pengalihan aset, pajak transaksi, pajak dividen, dan pajak exit investasi.
 Foto: RPP Pajak LPI RPP Pajak LPI |
NEXT: Rancangan aturan pajak LPI
Pajak Pengalihan Aset
Ada beberapa hal yang dihelaskan Sri Mulyani. Pertama, transaki pengalihan aset yang diterima LPI saat masa inevestasi yaitu dari PMN dan pengalihan aset BUMN. Dan yang masuk dalam kategori ini adalah PMN dalam bentuk cash Rp 15 triliun dan sudah dilakukan pada 2020.
"Di sini dijelaskan ini [PMN dan penyertaan BUMN] adalah non objek PPh [pajak penghasilan] dan non PPn [pajak pertambahan nilai] sehinga tdak ada tarifnya. Saat ini aturanya PMN kepada entitas bukan objek sehingga di RPP ini akan ditegaskna untuk PMN dari pemerintah dan BUMN, mereka itu non objek PPh dan PPN," kata Menkeu.
Kedua, soal pengalihan saham. Di dalam pengalihan saham selama ini adalah objek PPh atas capital gain. Tarifnya berdasarkan UU PPh yaitu pasal 17 sebesar 22%, sehingga aturan saat ini apabila saham pemerintah non objek PPh, namun saham BUMN adalah objek PPh dan dilampirkan SPP tahunan PPh BUMN yang bersangkutan.
"Ini aturan sudah berjalan. Untuk pengalihan ini saham pemerintah tetap non objek PPh karena pemerintah non subjek pajak. Sedangkan saham BUMN adalah objek PPh dan dlaporkan dalam SPT tahunan BUMN. jadi treatment-nya tidak berbeda untuk LPI ini."
Ketiga, apabila PMN tanah dan bangunan dialihkan kepada LPI, ini merupakan objek dari bea perolehan atas tanah dan bagunan (BPHTB) tarifnya sebesar 5%.
Aturan saat ini, bea BPHTB itu bagi LPI dapat dikapitalisasikan sebagai harga perolehan aset, jadi bagi LPI, BPHTB tetap dibayar sehingga pemda tidak terpengaruh karena BPHTB hak pemda tetap dibayar. Namun LPI bisa menjadikannya pengurang dari pengasilan bruto pada tahun pajak di mana tanah dan bagunan yang diperoleh ini bisa dapat pengurangan pajak dibiayakan
"Untuk bangunan dan tanah dari BUMN ini adalah selama ini merupaka objek capital gain pengalihan tanah dan banguann atau BPHTB juga. Jadi ada 2 kewajiban pajak yaitu capital gain tax dan BPHTB. Untuk yang capital gain tarifnya selama ini 2,5% dan BPHTB 5%," kata Menkeu.
Pajak Transaksi
Menkeu mengatakan, untuk perlakuan perpajakan pada masa pemilikan perusahaan tersebut, yaitu LPI harus melakukan cadangan wajib.
Cdangan yang dibentuk LPI tidak dapat menjadi biaya, jadi hanya untuk industri tertentu seperti perbankan, asuransi yang memiliki fasilitas untuk membentuk cadangan wajibnya.
"LPI tidak di-treat sebagai perbankan asuransi, jadi cadangan yang dibentuk LPI tidka dapat menjadi biaya."
Namun dalam LPI diatur cadangan wajib dapat dibiayakan tapi dibatasi sampai 50% dari modal awal, jadi apabila sudah capai cadangan wajib sampai 50% dan mereka akan melakukan pemupukan cadangan di atas itu mereka jadi terkena pajak, tapi sebelum mencapai 50% dia tidak dapat dibiayakan dan cadangan wajib dapat dibiayakan dan dibatasi sampai dengan 50% dari modal awal atau pembayaran dividen pertama kali ke pemerinta ini diajukan kalau LPI sudah bayar dividen maka cadangan wajibnya tidak dapat dibiayakan."
Menkeu menjelaskan, untuk transaksi di masa kepemilikan yaitu treatment bunga pinjaman dari kuasa kelola. Kalau kuasa kelola memetakan dananya di dalam LPI dan sebelum dia diinevtasikan mendapatkan bunga, maka bunga dari pinjaman atau dana itu adalah objek pajak pendapatan bunga dan tarifnya sesuai PPh Pasal 23 tarifnya 2%.
"Ini [adalah] aturan selama ini. PPh Pasal 23 ini dipotong oleh yang membayarkan kemudian dapat dikreditkan," kata Menkeu.
"Nah untuk LPI tidak dilakukan pemotongan Pasal 23 namun tetap dilaporkan dalam SPT tahunan PPh-nya. Jadi sebetulnya kalau non LPI dia langsung melakukan pemotongan 2% namun saat pelaporan SPT dapat dikreditkan. Kalau LPI tidak perlu memotong 2% namun saat SPT tetap pelaporan jadi kalau perlu ada objek pajaknya penerimaan tetap dilakukan."
Pajak Dividen
"Dividen yang diterima mitra investasi, atau dalam hal ini kalau mitra investasi adalah subjek pajak LN [luar negeri] dari dana yang dikuasakelolakan, ini merupakan objek pajak dividen yang terutama dibayarkan ke LN, tarif selama ini PPh Pasal 26 trif 20% atau kalau subjek pajak LN berasal dari daerah yang memiliki perjanjijan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka mereka pengikuti tarif pajak P3B.
Aturan selama ini PPh Pasal 26 dengan tarif 20% atau entitas subjek pajak LN itu membayar sesuai perjanjian P3B.
Dalam LPI akan diperlakukan beda, yaitu apabilan dividen dibayarkan pada inevstor LN keluar dari Indonesia, akan kenakan potongan PPh 7,5%. Nanti kami sampaikan perbandingan P3B," katanya.
Pajak Exit
Sri Mulyani menjelaskan, apabila LPI keluar dari investasi atau likuidasi usaha yang dimilikinya, maka hasil dari likuidasi atau exit ini dananya dibagikan kepada LPI atau subjek pajak LN yang menjadi partnernya.
Penghasilan mitra investasi yang merupakan subjek pajak LN atas selisih lebih dari nilai likuidiasi dengan nilai investasi awal adalah objke pajak dividen dan kalau dibayarkan ke LN karena dari LN maka selama ini mereka bayar PPh Pasal 26 dengan tarif 20% atau ikuti tarif P3B.
"Nah aturan saat ini adalah PPh pasal 26 20% atau P3B ini dipotongkan saat mereka bayarkan hasil dividen atau hasil penjualam likuidasi aset tersebut."
Dalam RPP ini ditahbiskan, apabila dana yang diperoleh subjek pajak diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu dia tidak lagi menajdi objek pajak. Ini tujuannya agar subjek pajak tidak membawa keluar keuntungan yang diperoleh namun menanamkan kembali di Indonesia.
"Namun kalau SPLN-nya [Subjek Pajak Luar Negeri] tadi tetap akan mengambil dananya dan bawa keluar keuntungannya maka dia kan bayar PPh 7,5%."
"Kenapa 7,5%, ini adalah 71 perpanjangan P3B yang dmiliki Indonesia untuk atur bunga dan dividen. Ada 71 yurisdiksi negara dan rata rata tarif P3B untuk bunga dan dividen adalah mayoritas 10% ada yang di bawah 5% untuk 3 negara atau bahkan tidak ada itu satu negara mayoritas 51 adalah tarifnya 10% namun di P3B ada tarif bunga dividennya 12% 12,5% dan 15%."
"Nah dalam tarif LPI 7,5%, tujuannya memberikan insentif sehinga para investor tertarik menjadi mintra LPI karena mereka akan dapat treatment bunga dan dividen sedikit di bawa rara-rata P3B 10% ini tujuanya mereka tertarik dan bawa masuk dananya dan berpartner dengan LPI. Kalau dapat dividen RPP ini berikan insentif agar dan ini tidak dibawa keluar dan diinvestasikan kembali di indonesia," kata Menkeu.