Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan ini, rupiah memang 'membeku' di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Namun saat satu lawan satu melawan mata uang Asia dan Eropa, kinerja rupiah tidak buruk kok.
Pada pekan ini, rupiah stagnan saja di hadapan dolar AS. Mengawali pekan di Rp 14.020/US$, mata uang Tanah Air mengakhiri pekan di posisi yang sama.
Meski cuma stagnan, tetapi rupiah lebih baik ketimbang dolar Hong Kong, dolar Taiwan, yen Jepang, dan won Korea Selatan yang terdepresiasi di hadapan greenback. Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning sepanjang pekan ini:
Berhadapan dengan mata uang Asia, performa rupiah pun lumayan. Mata uang Ibu Pertiwi hanya gagal menaklukkan yuan China, baht Thailand, rupee India, dan peso Filipina. Rupiah menguat di hadapan enam mata uang Asia lainnya.
Berikut perkembangan kurs mata uang Asia terhadap rupiah pada pekan ini:
Beralih ke Eropa, rupiah juga cukup impresif. Hanya poundsterling Inggris yang tidak bisa ditekuk sementara euro dan franc Swiss tunduk di hadapan rupiah.
Arus modal asing masih mengalir deras ke pasar keuangan Tanah Air. Memang benar di pasar saham investor asing membukukan jual bersih Rp 370 miliar, tetapi di pasar obligasi pemerintah masih ada aliran modal masuk.
Pada 22 Januari 2021, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) adalah Rp 980,57 triliun. Per 28 Januari 2021, nilainya bertambah menjadi Rp 985,38 triliun.
Derasnya arus modal asing membuat imbal hasil (yield) SBN bergerak turun, yang menandakan harga aset ini sedang naik. Pekan ini, yield SBN seri acuan tenor 10 tahun turun 3,4 basis poin (bps).
Tingginya minat investor (terutama asing) terhadap SBN disebabkan oleh keputusan Bank Indonesia (BI). Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Januari 2021, Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 3,75%.
Ditambah lagi bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) juga mempertahankan suku bunga rendah di 0-0,25%. Sepertinya suku bunga acuan yang mendekati 0% di Negeri Paman Sam bakal bertahan cukup lama.
Ini menyebabkan keuntungan berinvestasi di Indonesia menjadi sangat menarik. Saat ini, selisih (spread) antara SBN 10 tahun dengan obligasi pemerintah AS tenor yang sama mencapai 509,84 bps. Siapa yang tidak ngiler melihat cuan sebesar ini?
Oleh karena itu, Gubernur Perry yakin bahwa rupiah masih kelewat murah alias undervalued. Ke depan, rupiah masih bisa menguat lagi dengan dukungan arus modal asing yang mengalir deras.
"Aliran modal masuk asing di portofolio, termasuk Indonesia, akan meningkat. Untuk Indonesia, kami perkirakan tahun ini insya Allah portofolio asing bisa mencapai US$ 19,1 miliar. Lebih tinggi dari tahun lalu yaitu US$ 11 miliar," ungkap Perry.
TIM RISET CNBC INDONESIA