Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia 'berduka' hari ini. Apakah optimisme investor terhadap prospek ekonomi Tanah Air mulai memudar?
Pada Rabu (27/1/2021), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok lebih dari 2% meski kemudian koreksinya melandai. Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada pukul 11:03 WIB:
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hanya mampu menguat tipis 0,04% ke Rp 14.035/US$. Mata uang Ibu Pertiwi sempat lama terjebak dalam stagnasi.
Walau menguat, tetapi apresiasi rupiah belum seberapa dibandingkan mayoritas mata uang Asia lainnya. Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 11:06 WIB:
Kemudian di pasar obligasi pemerintah, mayoritas imbal hasil (yield) surat utang negara bergerak naik. Kenaikan yield menandakan harga Surat Berharga Negara (SBN) turun akibat tekanan jual.
Berikut perkembangan yield SBN berbagai tenor pada pukul WIB:
Bisa jadi tren koreksi di pasar keuangan Indonesia terjadi akibat 'ramalan' terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF). Dalam World Economic Outlook (WEO) edisi Januari 2021, lembaga yang berkantor pusat di Washington (AS) itu memang merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia.
Dalam WEO edisi Oktober 2020, IMF memperkirakan ekonomi dunia pada 2020 adalah -4,4% dan dalam edisi terbaru diubah menjadi -3,5%. Untuk 2021, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 5,5%, lebih tinggi ketimbang WEO Oktober 2020 yang sebesar 5,2%.
Namun terhadap Indonesia, IMF lebih pesimistis. Lembaga yang dipimpin oleh Kristalina Georgieva itu memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun lalu tumbuh -1,5% dalam WEO Oktober 2020. Di WEO Januari 2021, angkanya direvisi ke bawah menjadi -1,9%.
Untuk 2021, IMF memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 4,8%. Dikoreksi cukup dalam kalau dibandingkan WEO Oktober 2020 yang sebesar 6,1%.
'Ramalan' terbaru ini tentu menjadi kabar yang kurang sedap di pasar. Optimisme terhadap kebangkitan ekonomi Indonesia tidak setebal sebelumnya, sehingga membuat pelaku pasar mengambil jarak.
TIM RISET CNBC INDONESIA