Kalang Kabut! 83 Saham Kena ARB Berjamaah, Gegara Ini?

Tri Putra, CNBC Indonesia
27 January 2021 08:14
Bursa efek Indonesia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Well, hal ini terjadi pertama tentunya akibat aturan ARB asimetris yang diterapkan oleh bursa, di mana batasan kenaikan maksimal (ARA) bisa mencapai 35% namun koreksi maksimal hanya dibatasi 7% dalam sehari, sehingga apabila saham sudah melesat kencang maka akan terkoreksi di level ARB selama berberapa hari.

Bursa menetapkan aturan ARB menjadi maksimal 7% mulai 13 Maret 2020 dari sebelumnya ARB sebesar 10%, dan ARB 7% ini berlaku selama masa pandemi Covid-19.

Sebelumnya diberlakukan kebijakan auto rejection simetris yakni batas atas dan batas bawah memiliki besaran yang sama di setiap fraksi harga.

Selain itu rendahnya batasan ARB juga memicu aksi jual trader dimana jika saham sudah anjlok 5%-6% para trader buru-buru melakukan aksi jual di level ARB agar dana tidak menyangkut. Apalagi jika suatu saham ARB maka potensi koreksi di keesokan hari sangatlah tinggi sehingga anjloknya saham hingga titik terendah lebih cepat terjadi.

Faktor psikologis juga menjadi berpengaruh, apabila ARB dibiarkan normal maka bisa saja berberapa saham yang aktif ditransaksikan tidak akan ambruk separah ini karena bahaya nyangkut yang ditakutkan para investor yang memicu aksi jual tidak akan terjadi.

Selanjutnya berberapa analis juga menganggap ambruknya berberapa saham yang ramai diperdagangkan diakibatkan oleh berberapa trader yang melakukan pembelian menggunakan trading limit (TL). Dengan begitu, ketika saham anjlok dan sang trader tidak dapat menyuntikkan dana untuk menutupi limitnya, sekuritas terpaksa melakukan jual paksa alias forced sell terhadap saham-saham yang dibeli sang trader pada hari keempat (T+4).

Setelah sahamnya ambruk, hal ini menyebabkan efek domino berkelanjutan, di mana para investor yang melakukan pembelian menggunakan margin, tidak dapat menutupi rasio kecukupan asetnya dan terkena margin call. Ketika banyak investor yang tidak dapat menutup pembelianya maka forced sell efek-efek margin berlanjut dan membuat indeks terkoreksi parah selama berberapa hari.

Hal ini sangat dimungkinkan sekali mengingat nilai transaksi bursa selama 3 hari terakhir tergolong sangat sepi yakni di bawah Rp 18 triliun turun dari posisi normal yang berada di kisaran Rp 23 triliun - Rp 24 triliun.

Turunya nilai transaksi terjadi karena para trader yang melakukan pembelian menggunakan TL tidak lagi dapat melakukan pembelian karena belum membayar 'hutangnya' alias suspend buy pada T+3.

Apalagi akhir-akhir ini beredar tangkapan layar di kalangan para pelaku pasar, ketika salah satu sekuritas besar di Indonesia mengatakan banyak nasabah yang gagal menutup pinjaman trading limit-nya berberapa hari terakhir dan menyarankan agar para nasabah bertransaksi sesuai dengan kecukupan modalnya masing-masing yang tentu saja mengkonfirmasi analisis ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular