Tumbang! Saham Farmasi ARB 6 Hari, Ternyata Ini Pemicunya

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
20 January 2021 12:13
FILE - In this Monday, March 16, 2020 file photo, a patient receives a shot in the first-stage study of a potential vaccine for COVID-19, the disease caused by the new coronavirus, at the Kaiser Permanente Washington Health Research Institute in Seattle. On Friday, March 20, 2020, The Associated Press reported on stories circulating online incorrectly asserting that the first person to receive the experimental vaccine is a crisis actor. All participants who volunteered for the test were screened and had to meet a set list of criteria. They were not hired as actors to simulate a role. (AP Photo/Ted S. Warren)
Foto: Ilustrasi Vaksin (AP/Ted S. Warren)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah melaju kencang sejak awal tahun, saham-saham emiten farmasi di bursa saham Tanah Air mulai bertumbangan. Beberapa saham emiten farmasi di antaranya bahkan menyentuh auto reject bawah (ARB), dalam 6 hari beruntun.

Head of Research PT Mirae Asset Sekuritas, Hariyanto Wijaya menjelaskan, tumbangnya beberapa saham farmasi disebabkan karena euforia saham ini sudah berlangsung sejak awal tahun, sehingga suatu saat akan terkoreksi.

Data perdagangan Rabu ini (20/1), misalnya, saham PT Kimia Farma Tbk (KAEF) terkoreksi 6,92% ke level Rp 4.570 per saham, menyentuh batas bawah penolakan sistem perdagangan, ARB.

Saham PT Indofarma Tbk (INAF) juga turun 6,92% ke posisi Rp 4.570 per saham. Hanya PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang menunjukkan penguatan sebesar 1,26% ke level Rp 1.605 per saham.

Menurut Hariyanto, saham KLBF relatif diuntungkan jika ingin berinvestasi jangka panjang karena secara fundamental bisnis KLBF relatif cukup baik. Sedangkan, untuk INAF dan KAEF, menurutnya, sejauh ini belum ada analis fundamental yang mengeluarkan riset tersebut.

"Kalbe aman dikoleksi jangka panjang, Kalbe diakui banyak analis fundamental. Untuk Kimia Farma, Indofarma, setahu saya tidak ada analis fundamental yang mengeluarkan research report atas KAEF atau INAF," ujarnya, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, di program InvesTime, Selasa (19/1).

Lebih lanjut, dijelaskan Hariyanto, karena belum terlalu mendukung secara fundamental, maka fluktuasi harga saham KAEF dan INAF dapat terjadi.

"Fluktuasi KAEF dan INAF sangat volatile, bagi kita jadi pengalaman kurang menyenangkan," katanya.

Sebagai informasi, dari sisi kinerja keuangan sampai dengan kuartal ketiga 2020, dari sisi perolehan laba bersih, Kalbe Farma masih relatif paling besar.

Kalbe membukukan perolehan laba bersih sebesar Rp 2,03 triliun pada 9 bulan tahun ini atau per September 2020, naik 6% dari periode yang sama tahun lalu Rp 1,92 triliun.

Kimia Farma mencatatkan laba bersih sampai dengan September 2020 sebesar Rp 37,20 miliar, turun 11,07% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu laba Rp 41,83 miliar.

Sementara itu, Indofarma sampai dengan kuartal ketiga masih membukukan kerugian bersih sebesar Rp 18,88 miliar, lebih rendah dari tahun lalu Rp 34,84 miliar.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Miris! IHSG Laju Kencang, 4 Saham Ini Nyaris Kena ARB

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular