Harga Longsor, Saham Emiten Batu Bara RI Berguguran

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
06 January 2021 09:40
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) kembali mewujudkan komitmennya dalam upaya hilirisasi dan peningkatan nilai tambah pertambangan batu bara. Salah satunya adalah dengan memproduksi karbon aktif dari bahan baku batu bara.
Foto: PT Bukit Asam Tbk (PTBA) kembali mewujudkan komitmennya dalam upaya hilirisasi dan peningkatan nilai tambah pertambangan batu bara. Salah satunya adalah dengan memproduksi karbon aktif dari bahan baku batu bara.

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kontrak futures (berjangka) batu bara termal Newcastle ditutup dengan koreksi tajam pada perdagangan kemarin. Kendati prospek batu bara di tahun ini lebih baik dibanding tahun 2020. Namun reli harga yang kencang membutuhkan koreksi sehat.

Selasa (5/1/2021) harga kontrak yang berakhir pada Februari 2021 tersebut ditutup ambles 3,5% ke US$ 78,55/ton. Untuk pertama kalinya harga si batu hitam turun ke bawah US$ 80/ton.

Harga kontrak batu bara yang aktif diperjualbelikan di bursa berjangka tersebut sudah reli sejak pertengahan bulan Oktober dan menyentuh level tertingginya di US$ 85,55/ton di akhir tahun 2020.

Kenaikan harga batu bara tak lepas dari bangkitnya ekonomi China. Ketika negara-negara lain mengalami resesi, ekonomi Negeri Tirai Bambu justru mengalami pertumbuhan.

Pemulihan ekonomi yang cepat di China membuat permintaan terhadap batu bara meningkat seiring dengan kenaikan konsumsi listrik dan geliat sektor manufaktur. Di saat yang sama, pasokan batu bara lokal justru sedang ketat-ketatnya sehingga harga batu bara domestik China mengalami kenaikan pesat.

Mengacu pada data Refinitiv, harga batu bara termal acuan Qinhuangdao 5.500 Kcal/kg tembus ke RMB 743/ton minggu lalu. Harga batu bara tersebut jauh lebih tinggi dari rentang target yang ditetapkan oleh pemerintah China di RMB 500 - 570 per ton.

Untuk menurunkan harga dan memenuhi permintaan domestik pemerintah China terus berupaya untuk menggenjot produksinya dan menginstruksikan kepada perusahaan utilitas untuk mengimpor batu bara dari berbagai negara kecuali Australia yang harus mendapatkan perlakukan khusus.

Meski diboikot China, impor batu bara termal Australia ke India mengalami kenaikan.

Pangsa pasar impor batu bara termal dari Australia oleh India pada tahun 2020 dilaporkan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun terakhir. Selama sebelas bulan pertama tahun 2020, batu bara termal Australia menyumbang 3,6% dari impor batu bara termal India berdasarkan volume.

Pangsa pasarnya naik dari 2,0% pangsa pada tahun 2019. Peningkatan pangsa Australia sebagian besar disebabkan oleh berkurangnya pasokan dari Indonesia pada tahun 2020, yang mengalami penurunan pangsanya dari 66,6% pada tahun 2019 menjadi 61,6% dalam sebelas bulan pertama tahun 2020.

Penurunan penetrasi batu bara Indonesia dikarenakan harga batu bara termal yang terlampau rendah membuat produksi di Indonesia menjadi kurang ekonomis.

Kendati dari sisi pengiriman ke India, ekspor batu bara Australia kurang ekonomis dibanding RI, tetapi biaya produksi yang lebih rendah menjadi salah satu keunggulan bagi Negeri Kanguru.

Dalam beberapa bulan terakhir, harga batu bara termal yang diangkut melalui laut telah pulih dengan kuat, berkat kombinasi dari pemulihan yang sedang berlangsung dalam aktivitas ekonomi global dan penurunan pasokan batu bara termal yang diangkut melalui laut.

Prospek permintaan batu bara tahun 2021 diperkirakan lebih cerah dibanding tahun 2020.

Menurut laporan baru dari Badan Energi Internasional, kemungkinan pulihnya kembali ekonomi global pada 2021 diperkirakan akan mendorong rebound jangka pendek dalam permintaan batu bara menyusul penurunan besar tahun ini yang dipicu oleh krisis Covid-19.

Berdasarkan asumsi pemulihan ekonomi dunia, laporan IEA memperkirakan permintaan batu bara global akan meningkat kembali sekitar 2,6% pada tahun 2021, didorong oleh permintaan listrik dan output industri yang lebih tinggi di kawasan Asia, terutama China, India, dan Kawasan Asia Tenggara.

Namun, permintaan batu bara global pada 2021 diperkirakan masih akan berada di bawah level 2019 dan bahkan bisa lebih rendah jika asumsi laporan untuk pemulihan ekonomi, permintaan listrik, atau harga gas alam tidak terpenuhi.

Kenaikan harga batu bara global juga turut mengerek naik harga batu bara cuan (HBA) RI. HBA Januari 2021 menunjukkan tren positif dan berada di level US$ 75,84 per ton. HBA itu naik tajam 27,14% dibandingkan dengan HBA Desember 2020 yang masih berada di posisi US$ 59,65 per ton.

Penurunan tajam harga batu bara membuat emiten tambang batu bara nasional juga ikut terkoreksi pada hari ini. Pada 09.35 WIB harga saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) turun 2,57%. Saham PT Indika Energy Tbk (INDY) terkoreksi 1,78%. Saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melemah 0,7%.

Di saat yang sama saham emiten tambang batu bara pelat merah PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga ikut terjungkal dengan penurunan 0,36%. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Detik-detik Batu Bara ke US$ 70, Pantas Sahamnya Pesta Pora

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular