
Saham Bukopin Meroket di 2020, RI Untung Berapa Pegang 3,18%?

Mengacu laporan keuangan BBKP per September 2020, setelah selesainya rights issue dan private placement, bank asal Korea, KB Kookmin Bank Co, Ltd menjadi Pemegang Saham Tunggal dengan kepemilikan saham Seri B menjadi 67%.
Adapun sisa saham Seri B BBKP dipegang PT Bosowa Corporindo 11,68%, Negara Republik Indonesia 3,18% (1.034.232.376 saham), dan pemegang saham lainnya 18,14%. Dana yang berhasil dihimpun dalam PMTHMETD ketika itu sebesar Rp 3,11 triliun.
Data BEI mencatat, pada perdagangan terakhir Rabu (30/12/2020, saham BBKP ditutup minus 5,74% di posisi Rp 575/saham, dengan nilai transaksi harian Rp 304,10 miliar dan volume perdagangan 511,51 juta saham. Kapitalisasi pasar BBKP mencapai Rp 18,18 triliun.
![]() Lapkeu BBKP Sept 2020 |
Meski turun di hari terakhir, tapi sepanjang tahun ini atau year to date (ytd), saham BBKP melesat 171,96% dan 6 bulan terakhir meroket 199,26%.
Pada 2 Januari 2020, saham BBKP masih di level Rp 239/saham, atau melesat 141% menjadi Rp 575/saham pada Rabu lalu (30/12).
BBKP juga menjadi salah satu bank dengan penguatan harga saham paling tinggi selain PT Bank BRISyariah Tbk/BRIS (naik ytd, 581%).
Dengan jumlah saham Negara RI sebanyak 1,03 miliar saham, maka nilai saham pemerintah RI pada Rabu pekan ini senilai Rp 594,68 miliar, atau bertambah Rp 347,5 miliar dari posisi awal Januari yang masih senilai Rp 247,18 miliar.
Pemerintah juga masih punya saham Seri A BBKP tapi hanya 4.736.255 saham dengan valuasi nilai hanya Rp 2,72 miliar.
Adapun Kookmin yang punya saham Seri B mencapai 67% (21.891.179.319 saham), nilai sahamnya mencapai Rp 12,59 triliun.
Sementara Bosowa, punya saham Seri B sebanyak 11,66% (3.810.262.393) dengan nilai Rp 2,19 triliun. Bosowa juga punya saham seri A, tapi cuma 6.118.188 dengan nilai hanya Rp 3,52 miliar.
Tahun ini, saham BBKP Seri B menjadi 32,65 miliar saham, bertambah dari tahun lalu saham Seri B 11,63 mliar saham. Jumlah saham pemerintah RI tetap 1.034.232.376, hanya persentase saja yang terdilusi akibat penerbitan saham baru dan pemerintah tidak ikut menyerap saham baru.
[Gambas:Video CNBC]