Jakarta, CNBC Indonesia- Bulan Desember sudah hampir berakhir, 2020 sudah mendekati penghujung tahun. Tahun ini tentunya akan menjadi tahun yang diingat oleh umat manusia.
Bukan kenangan manis tapinya yang nantinya akan diingat. Bagaimana tidak, pada tahun ini umat manusia diserang pandemi virus Corona yang hingga detik ini sudah menjangkit 82 juta umat manusia dan telah merengut 1,8 juta jiwa.
Bermula dari kota Wuhan, China pada November tahun lalu, kala itu penyakit ini belum bernama Covid-19 dan masih dikenal dengan Pneumonia Wuhan virus ini merebak dengan sangat cepat hingga akhirnya ditetapkan oleh badan kesehatan internasional WHO sebagai pandemi Maret silam.
Indonesia juga tentunya tidak luput dari kedatangan virus ini, tentunya masih segar di ingatan masyarakat tentunya ketika Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa Indonesia kedatangan tamu tak diundang ini pada 2 Maret 2020.
Hingga saat ini sudah 719.000 warga negara Indonesia yang sudah terjangkit corona dan 21.000 diantaranya meninggal.
Sentimen super buruk ini sendiri tak hanya dirasakan oleh sektor riil yang terpaksa tidak dapat beroperasi karena pemerintah dari seluruh negara ramai-ramai melakukan penguncian wilayah alias lockdownuntuk menahan laju pergerakan virus corona. Di dalam negeri penguncian ini juga terjadi meski namanya lebih lokal yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Pasar modal di seluruh belahan dunia pun terkena imbasnya tentu masih segar di ingatan para pelaku pasar ketika Maret silam dimana bursa efek di seluruh belahan dunia terpaksa tumbang bersamaan. Kala itu ketakutan akan ketidakpastian menyelimuti pasar modal sehingga terjadimarket sell offbesar-besaran.
Aksi jual terjadi di semua pasar modal, di semua sektor saham, bahkan di seluruh saham, bahkan di hampir semua instrumen investasi sehingga muncul jargonCash is The Kingkala itu.
Di Indonesia terutama pasar modalnya sendiri terkena efek yang cukup parah meskipun kala itu regulator yakni Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan aturan maksimal koreksi 10% pada suatu saham yang kemudian direvisi menjadi 7% dalam sehari.
Kala itu hampir seluruh saham-saham unggulan dilego oleh para pelaku pasar hingga anjlok menyentuh level terendahnya aliasauto reject bawah(ARB). Indeks pun tumbang 5% hingga 6% dalam sehari selama beberapa hari.
Indeks acuan pasar modal dalam negeri Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkapar parah dari level 5.650 hingga menyentuh titik nadirnya di angka 3.911, jebol ke bawah level 4.000 atau penurunan sebanyak 30,77% hanya dalam 14 hari perdagangan. Bahkan apabila diukur dari level awal tahun hingga titik nadirnya, IHSG anjlok hingga mencapai 37,91%.
Dari titik nadirnya itulah IHSG mulai pulih, tentu masih segar di ingatan para pelaku pasar hanya selang sehari sejak IHSG menyentuh level terendahnya itu, indeks acuan pasar modal sukses terbang tinggi 10,19% di hari selanjutnya dan menjadi kenaikan indeks acuan tertinggi pada tahun ini bahkan kenaikan ini tertinggi sejak 21 tahun silam.
Sejak saat itulah 'balas dendam' IHSG dimulai, IHSG sukses reli panjang meski tentunya diiringi oleh berberapa koreksi sehat seperti di bulan September di mana ketika Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menarik kembali rem darurat PSBB longgar untuk menahan laju penyebaran Covid-19 di Ibu Kota.
Periode 3 bulan terakhir di tahun 2020 sendiri menjadi bulan 'kemenangan' IHSG di mana selama 3 bulan terakhir ini IHSG reli kencang dimana Oktober mencatatkan apresiasi 5,30%, November terbang 9,44%, dan Desember loncat 7,55%.
Selama 3 bulan tersebut IHSG lari kencang dari level 4.870 ke level saat ini di angka 6.036 atau kenaikan sebesar 23,94%. Di posisi saat ini sendiri IHSG sejatinya masih terjangkit Covid-19 meskipun sudah tidak parah yang ditunjukkan oleh indeksnya yang belum pulih ke level awal tahun karena masih terkoreksi 4,18%.
Meskipun demikian IHSG tidak sendirian, banyak negara di Asia yang masih terjangkit corona juga, bahkan peringkat IHSG berhasil merangkak naik setelah sebelumnya merupakan indeks acuan dengan koreksi paling parah kedua pada semester pertama tahun ini.
Perbandingan Bursa Asia, simak tabel berikut.
Tercatat dari 13 bursa besar di Benua Kuning 8 indeks acuan sudah berhasil menghijau dan hanya 3 yang terkoreksi. IHSG sendiri menjadi peringkat ke lima bursa Asia dengan koreksi terparah, tidak buruk tentunya mengingat di semester pertama kita menduduki peringkat kedua terburuk.
Apresiasi paling besar sendiri dibukukan oleh Shenzhen Composite di China yang merupakan indeks yang kaya akan emiten sektor teknologi dan digadang-gadang sebagai Nasdaq-nya China. Shenzhen Composite sukses melesat kencang 31,08%.
Well, hal ini wajar mengingat saham-saham teknologi banyak yang diuntungkan ketika masyarakat terkurung di rumah dan lebih banyak menggunakangadgetmereka untuk berkomunikasi dan mencari hiburan, tengok saja indeks teknologi Nasdaq yang juga sukses terbang 41,33%.
Di posisi kedua muncul Indeks KOSPI dari Korea Selatan (Korsel), para pelaku pasar mengapresiasi kesuksesan pemerintah Negeri Ginseng dalam menanggulangi virus nCov-19 yang ditunjukkan dengan indeks acuanya yang terbang 28,34%.
Catat saja ketika negara lain masih berkutat melawan virus yang suka akan keramaian ini, Korsel sudah sukses menang melawanya. Tercatat dari rentang waktu Maret hingga Agustus kasus tambahan corona harian Korsel tidak lebih dari 100 kasus per hari. Total kasus di Korsel sendiri sebanyak 58 ribu kasus dan 'hanya' 859 korban jiwa.
Sedangkan koreksi terparah di Benua Kuning terjadi tidak lain dan tidak bukan di indeks acuan negara Singapura yakni STI yang masih terkoreksidouble digit11,63%.
Wajar saja Negara Singa masih terkoreksi parah sebab pendapatan negara tersebut utamanya datang dari posisi strategis Singapura sebagaihubperdagangan internasional alias 'makelar' sehingga kala perdagangan internasional macet karena corona, maka praktis Singapura akan terdampak parah.
NEXT: Bangga IHSG
Melihat negara-negara Asia lain yang masih terkoreksi parah karena Covid-19 bolehlah IHSG sedikit berbangga karena 'hanya' tinggal terkoreksi 4% lagi.
Akan tetapi sebenarnya sektor manakah yang menjadi pendorong kinerja indeks kebangaan tanah air ini dan sektor manakah yang memberatkan laju IHSG?
Simak tabel berikut.
Ya tidak lain dan tidak bukan, indeks sektoral yang menjadi pemenang di tahun 2020 ini adalah indeks pertambangan yang sukses terbang tinggi 25,36% dan menjadi satu-satunya indeks sektoral yang menghijau tahun ini,
Katalis positif yang bertubi-tubi datang di sektor ini sukses melesatkan indeks sektoral pertambangan, katalis tersbeut mulai dari disahkanya UU Minerba pertambangan yang tentunya akan memberikan kepastian bagi perseroan hingga aksi korporasi raksasa yang dilakukan oleh berberapa emiten pertambangan terutama Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Salah satu aksi korporasi besar yang diingat oleh pelaku pasar tentunya pembentukan holding EV Battery oleh Menteri BUMN, Erick Thohir dimana tiga anak usaha MIND ID yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Timah Tbk (TINS), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dikatakan akan memainkan peranan besar dalam holding ini. Sontak saja ketiga saham tersebut melesat kencang puluhan persen selama tahun berjalan.
Selain itu sentimen positif bagi sektor pertambangan di pasar global tentu saja datang dari komoditas pertambangan yang melesat kencang pasca diserang dari virus corona seperti batu bara yang terbang tinggi ke atas level US$ 85/ton dan menjadi level tertingginya selama berberapa tahun terakhir.
Sedangkan tidak mengangetkan, untuk indeks sektoral dengan koreksi terparah sendiri datang dari indeks sektor properti. Sektor ini memang menjadi salah satu sektor yang terdampak paling parah oleh virus corona.
Mulai dari pusat perbelanjaan yang dilarang beroperasi di masa awal PSBB dan terbatas operasinya setelah PSBB dilonggarkan hingga penjualan properti yang anjlok karena daya beli masyarakat yang turun danappetiteterhadap properti di tengah pandemi yang rendah menyebabkan banyak perusahaan di sektor ini yang merugi.
Ini menyebabkan para investor melakukan aksi jual besar besaran di sektor ini sehingga indeks sektoralnya masih terkoreksi parah 19,93%.
Meskipun IHSG masih terkoreksi sendiri terpantau berberapa saham unggulan berhasil melesat kencang hingga ratusan persen.
Simak tabel berikut.
Terpantau terdapat berberapa hal yang menarik dari emiten yang sukses menduduki jawara kenaikan harga saham di tahun ini. Pertama terdapat 3 emiten dari sektor farmasi yakni PYFA, INAF, dan KAEF yang masing-masing terbang 387%, 364%, dan 240%.
Sentimen positif bagi saham duo anak usaha Bio Farma tiba ketika vaksin Sinovac yang dikatakan bekerjasama dengan Bio Farma telah tiba di Indonesia yang menyebabkan saham dua anak usahanya melesat kencang sementara untuk PYFA, perseroan baru saja kedatangan investor baru asal Singapura.
Meskipun sudah melesat kencang Tim Riset CNBC Indoensia menilai kenaikan saham-saham farmasi sudah berada di luar batas kewajaran dan ada oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang menggerakan alias menggoreng harganya.
Selain itu terpantau terdapat 4 saham perbankan di daftar saham 'cuan' setahun ini yakni AGRO yang terbang 824%, BRIS yang loncat 594%, AGRO yang melesat 422%, dan BBHI yang reli 263%.
Saham perbankan, terutama perbankan kecil hingga menengah memang sedang menjadi primadona pasar modal di tahun ini untuk urusan apresiasi harga.
Kenaikan yang tinggidari saham-saham perbankan non BUKU IV (bank dengan modal indi di bawah Rp 30 triliun)tersebut tidak terlepas dari adanya sentimenpositifaksi korporasiyang dilakukan oleh masing-masing perbankan danmenjadi katalis pendongkrakkenaikan kapitalisasi pasarnya.
Seperti diketahui banyak perbankan yang melakukan aksi korporasi ataupun konsolidasiuntuk memenuhi Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umumdimana di tahun ini seluruh bank harus memiliki modal inti minimal Rp 1 triliun atau beresiko di turunkan kelasnya menjadi BPR.
ARTO yang menjadi juara saham tercuan 2020 sendiribaru saja mengkonfirmasi rumor yang sudah sejak dahulu beredar dimana dikatakan PT Karya Anak Bangsa alias gojek akan masuk menjadi investor.
Gojekmelalui sayap keuangannyayaitu PT Dompet Anak Bangsa (Gopay) mengakuisisi 22% saham ARTOdengan nilai transaksi sebesar Rp 2,77 triliun. Bersama Gopay, ARTOyang memang didesain untuk menjadi bank digital siap untuk meningkatkan inklusi keuangan di Tanah Air melalui teknologi.
Selanjutnya untuk di posisi kedua sahamyang harganya meroket tajam di tahun iniyakniPT Bank BRISyariahTbk(BRIS),keputusan Menteri BUMN Erick Thohiruntuk melakukan konsolidasi bank-bank syariah anak usaha bank BUMN RItentu saja akan menguntungkan para pemegang saham publik eksisting BRIS.
BRISsendirimerupakan kode emiten dari surviving entity penerima penggabungan antara PT Bank BRIsyariahTbk, PT Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT Bank BNI Syariah (BNIS).
Rencana penggabungan tersebut kian dimatangkan dan bank tersebut akan berubah nama menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbkdengan kode saham tetap BRIS.
Aksi merger ininantinya tidak hanyaakan menghasilkan bank syariah dengan aset terbesar di kelompoknya, akan tetapi Bank Syariah Indonesia nantinya juga akan menguasai pangsa pasar perbankan menjadi perbankan syariah dengan DPK dan pembiayaan terbesar di Indonesia.
Selanjutnyaada PT Bank Harda Internasional Tbk(BBHI). Bank yang masuk ke dalam BUKU I ini resmi diakuisisi oleh pengusaha kondang sekaligus orang terkaya ke-9 di RI Chairul Tanjung melalui Mega Corpora.
Dalam akuisisi ini, pemegang saham BBHI yakni PT Hakimputra Perkasa menjual 3,08 miliar saham atau 73,71% saham ke PT Mega Corpora, perusahaan milik Chairul. Rencananya BBHIakan dijadikan bank digital untuk ke depan.
Adanya model bisnis bank digital dinilai lebih efisien dalam penggunaan modal serta potensi jangkauan yang lebih luasapalagi mengingat ekosistem CT Corp yakni perusahaan-perusahaan yang dibawahi oleh Chairul Tanjung sangatlah jumbo untuk digarap serta potensi perbaikan tata kelola perusahaan (GCG) yang kemungkinan besar terjadi di Bank Harda pasca diakuisisi.
Terpantau hanya PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO) yang sentimen penggerak pasarnya masih belum terang benderang sehingga kenaikan harga sahamnya di pasar masih bersifat spekulasi.
Selanjutnya bagai dua sisi mata uang selain ada saham yang melesat kencang, tentu pula ada saham yang anjlok parah.
Simak tabel berikut.
Well terpantau emiten-emiten yang terkoreksi parah pada tahun ini memiliki kesamaan yakni sama-sama memiliki kapitalisasi pasar yang terbilang kecil yakni di bawah Rp 2 triliun.
Hal ini menyebabkan saham-saham perusahaan dengan kapitalisasi pasar kecil harganya mudah digerakkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab alias digoreng. Biasanya setelah selesai digoreng dan didistribusikan, bukan tidak mungkin harga saham perusahaan dibiarkan anjlok parah.
Contohnya saham yang terkoreksi paling parah tahun ini yakni PICO yang anjlok tajam 91,2% tercatat kapitalisasi pasarnya hanyalah sebesar Rp 84 miliar.
Selain itu adapula saham KREN yang terkoreksi parah 83%, dimana salah satu anak usaha perseroan yakni Kresna Sekuritas dihentikansementara atau suspensi kegiatan usahahanya sejak Oktober silam.
Direktur Perdagangan dan Anggota Bursa BEI dalam penjelasannya kepada awak media pagi ini mengatakan, suspensi ini sebagai tindaklanjut bursa atas instruksi OJK.
Sebelumnya, OJK telah memberikan sanksi penghentian kegiatan usaha Kresna Sekuritas yang disebabkan perusahaan belum melakukan tindak lanjut atas semua temuan hasil pemeriksaan OJK.
OJK juga telah melakukan penghentian sementara atau suspensi terhadap 24 produk reksa dana yang dikelola perusahaan manajer investasi PT Kresna Asset Management, perusahaan terafiliasi dengan Kresna Sekuritas. Suspensi dilakukan dalam rangka supervisi action yang dilakukan oleh regulator.
Dewan Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan suspensi ini merupakan dari penegakan market conduct di industri pasar modal dalam negeri.
TIM RISET CNBC INDONESIA