
Capital Outflow Bikin Rupiah Sempat Jeblok & Terburuk di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (23/12/2020), bahkan sempat jeblok mendekati level Rp 14.300/US$. Padahal saat pembukaan perdagangan, Mata Uang Garuda langsung masuk ke zona hijau.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,11% ke Rp 14.130/US$. Tetapi tidak lama, rupiah langsung masuk ke zona merah, merosot hingga 0,81% ke Rp 14.260/US$.
Posisi rupiah sedikit membaik selepas tengah hari, dan mengakhiri perdagangan di level Rp 14.150/US$, melemah tipis 0,04% di pasar spot.
Meski berhasil memangkas pelemahan secara signifikan, tetapi rupiah tetap menjadi yang terburuk di Asia. Sebab, mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS hari ini.
Hingga pukul 16:07 WIB, selain rupiah hanya ringgit Malaysia dan dolar Taiwan yang melemah, tetapi lebih tipis ketimbang rupiah. Sementara won Korea Selatan menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,26%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Sentimen positif sebenarnya datang dari dalam negeri yang membuat rupiah menguat saat pembukaan perdagangan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin melakukan reshuffle, mengganti 6 menterinya sekaligus. Pergantian tersebut diharapkan bisa meningkatkan kinerja dalam hal penanggulangan virus corona beserta dampaknya, serta membangkitkan perekonomian.
Meski demikian, sejak awal pekan sentimen pelaku pasar sebenarnya kurang bagus, bahkan bisa dikatakan buruk akibat mutasi virus corona di Inggris yang dikatakan bisa lebih mudah menyebar.
Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengumumkan temuan varian baru virus corona bernama VUI 202012/01 atau dalam klaster pohon filogenetiknya (pohon kekerabatan berdasarkan data genetik) disebut sebagai varian B.1.1.7.
Varian baru virus Covid-19 tersebut dikabarkan memiliki 70% peluang penularan lebih tinggi ketimbang strain awalnya. Akibatnya, banyak negara-negara yang menutup perbatasannya dengan Inggris.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mengidentifikasi virus ini di Denmark, Belanda, dan Australia.
Alhasil, bursa saham Eropa sempat mengalami aksi jual masif di awal pekan ini, sementara bursa saham AS mayoritas juga mengalami pelemahan, disusul bursa Asia kemarin. IHSG juga merosot lebih dari 2% Selasa kemarin, yang menjadi indikasi memburuknya sentimen pelaku pasar.
Hal tersebut kemungkinan besar memicu capital outflow yang membuat rupiah jeblok hari ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat ambrol 2,8% pada perdagangan hari ini, sebelum mengakhiri perdagangan di level 6.008,709, melemah 0,24%.
Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) sekitar Rp 537 miliar di pasar reguler.
Sementara itu di pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun naik 1,3 basis poin (bps) menjadi 6,124%. Tidak hanya hari ini, sejak awal pekan yield SBN sudah mengalami kenaikan, total sebesar 14,8 bps.
Untuk diketahui, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Saat yield naik, artinya harga sedang turun.
Saat harga turun, kemungkinan asing melepas kepemilikannya, artinya terjadi capital outflow.
Capital outflow yang terjadi di pasar saham dan obligasi tersebut memberikan pukulan bagi rupiah di awal perdagangan hari ini.
