
Capital Outflow Bikin Rupiah Sempat Jeblok & Terburuk di Asia

Sementara itu dari eksternal, dolar AS sebenarnya akan mengalami tekanan setelah Kongres (DPR dan Senat) AS meloloskan paket stimulus fiskal senilai US$ 900 miliar. Rancangan undang-undang (RUU) stimulus fiskal tersebut akan diserahkan ke Presiden AS Donald Trump untuk ditandatangani sehingga sah dan cair.
Saat stimulus tersebut cair, jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah, secara teori nilai tukar dolar AS akan tertekan.
Namun, Trump sedikit mengejutkan pasar, melalui akun Twitternya, ia menyebut stimulus senilai US$ 900 miliar sebagai "aib". Ia juga meminta Kongres AS untuk menaikkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari US$ 600 menjadi US$ 2.000.
Meski demikian, Trump tidak menyebutkan apakah RUU stimulus US$ 900 miliar tersebut akan ditandatangani atau tidak. Pasar memperkirakan RUU tersebut tetap akan ditandatangani, sebab selain berisi stimulus fiskal, juga berisi anggaran negara selama 1 tahun senilai US$ 1,4 triliun, sehingga jika tidak ditandatangi, pemerintah AS akan mengalami shutdown.
Cuitan Trump tersebut mengindikasikan kemungkinan digelontorkannya lagi stimulus fiskal. Apalagi setelah presiden terpilih AS, Joseph 'Joe' Biden resmi dilantik pada Januari 2021.
Pemerintahan Biden yang berasal dari Partai Demokrat diperkirakan akan menggelontorkan stimulus fiskal lebih besar. Semakin besar stimulus fiskal, maka jumlah uang yang beredar di perekonomian akan semakin banyak, secara teori dolar AS akan tertekan.
Pada perdagangan hari ini, indeks dolar berbalik melemah 0,25% setelah menguat 0,68% kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
