
Ngeri! Rupiah Jeblok, Sempat Dekati Rp 14.300/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah jeblok melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Rabu (23/12/2020), bahkan sempat mendekati level Rp 14.300/US$. Padahal saat pembukaan perdagangan, Mata Uang Garuda langsung masuk ke zona hijau.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,11% ke Rp 14.130/US$. Tetapi tidak lama, rupiah langsung masuk ke zona merah, merosot hingga 0,81% ke Rp 14.260/US$.
Posisi rupiah sedikit membaik, berada di level Rp 14.180/US$, atau melemah 0,25% hingga pukul 12:00 WIB.
Sentimen positif sebenarnya datang dari dalam negeri yang membuat rupiah menguat saat pembukaan perdagangan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin melakukan reshuffle, mengganti 6 menterinya sekaligus. Pergantian tersebut diharapkan bisa meningkatkan kinerja dalam hal penanggulangan virus corona beserta dampaknya, serta membangkitkan perekonomian.
Meski demikian, sejak awal pekan sentimen pelaku pasar sebenarnya kurang bagus, bahkan bisa dikatakan buruk akibat mutasi virus corona di Inggris yang dikatakan bisa lebih mudah menyebar.
Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengumumkan temuan varian baru virus corona bernama VUI 202012/01 atau dalam klaster pohon filogenetiknya (pohon kekerabatan berdasarkan data genetik) disebut sebagai varian B.1.1.7.
Varian baru virus Covid-19 tersebut dikabarkan memiliki 70% peluang penularan lebih tinggi ketimbang strain awalnya. Akibatnya, banyak negara-negara yang menutup perbatasannya dengan Inggris.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mengidentifikasi virus ini di Denmark, Belanda, dan Australia.
Alhasil, bursa saham Eropa sempat mengalami aksi jual masif di awal pekan ini, sementara bursa saham AS mayoritas juga mengalami pelemahan, disusul bursa Asia kemarin. IHSG juga merosot lebih dari 2% Selasa kemarin, yang menjadi indikasi memburuknya sentimen pelaku pasar.
Hal tersebut kemungkinan besar memicu capital outflow yang membuat rupiah jeblok hari ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat ambrol 2,8% pada perdagangan hari ini, sebelum mengakhiri perdagangan sesi I di level 5.996,711, melemah 0,44%.
Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) sekitar Rp 134 miliar di pasar reguler.
Sementara itu di pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun naik 2,3 basis poin (bps) menjadi 6,134%. Tidak hanya hari ini, sejak awal pekan yield SBN sudah mengalami kenaikan, total sebesar 15,8 bps.
Untuk diketahui, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Saat yield naik, artinya harga sedang turun.
Saat harga turun, kemungkinan asing melepas kepemilikannya, artinya terjadi capital outflow.
Capital outflow yang terjadi di pasar saham dan obligasi tersebut memberikan pukulan bagi rupiah di awal perdagangan hari ini.
Sementara itu dari eksternal, dolar AS sebenarnya akan mengalami tekanan setelah Kongres (DPR dan Senat) AS meloloskan paket stimulus fiskal senilai US$ 900 miliar, termasuk di dalamnya Bantuan Langsung Tunai (BLT) US$ 600 per orang.
Rancangan undang-undang (RUU) stimulus fiskal tersebut akan diserahkan ke Presiden AS Donald Trump untuk ditandatangani sehingga sah dan cair.
Saat stimulus tersebut cair, jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah, secara teori nilai tukar dolar AS akan tertekan.
Namun, Trump sedikit mengejutkan pasar, melalui akun Twitternya, ia menyebut stimulus senilai US$ 900 miliar sebagai "aib". Ia juga meminta Kongres AS untuk menaikkan BLT dari US$ 600 menjadi US$ 2.000.
Meski demikian, Trump tidak menyebutkan apakah RUU stimulus US$ 900 miliar tersebut akan ditandatangani atau tidak. Pasar memperkirakan RUU tersebut tetap akan ditandatangani, sebab selain berisi stimulus fiskal, juga berisi anggaran negara selama 1 tahun senilai US$ 1,4 triliun, sehingga jika tidak ditandatangani, pemerintah AS akan mengalami shutdown.
Tetapi cuitan Trump tersebut membuat indeks Wall Street berjangka (futures) melemah, yang berarti membuat sentimen pelaku pasar memburuk lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
