
China-Australia Perang Dagang, RI Jadi Pemenang!

Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik antara China dan Australia semakin memanas gegera virus corona. Seperti diketahui, Australia menyerukan untuk melakukan penyelidikan internasional terhadap virus corona yang berasal dari China, hingga akhirnya menjadi pandemi.
Hubungan kedua negara pun retak, padahal keduanya merupakan mitra strategis. China merupakan pasar ekspor terbesar Australia, pada 2018-2019 saja ekspor Australia ke China mencapai US$ 116,79 miliar atau setara dengan 32,6% dari total ekspor negara tersebut.
Besarnya pangsa ekspor tersebut membuat China memanfaatkannya sebagai senjata menyerang balik Australia. China mulai mengenakan bea impor yang tinggi terhadap produk Australia, melakukan boikot, hingga pelarangan impor.
Melansir CNBC International, setidaknya ada delapan produk Australia yang ditarget China, yakni, jelai, wine, daging merah, kapas, kayu, batu bara, lobster, dan bijih besi.
Yang menarik, akibat langkah yang diambil China tersebut, harga beberapa komoditas tersebut justru malah meroket.
CNBC International melaporkan harga bijih besi awal pekan ini di Dalian Commodity Exchange China, sudah melesat 1.000 yuan (US$ 152,95) per ton, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Sementara itu, harga batu bara melesat ke level tertinggi dalam lebih dari 1,5 tahun terakhir. Melansir data Refinitiv, harga batu bara acuan ICE Newcastle di pekan ini menguat 2,12% ke US$ 84,25/ton, level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 14 Mei 2019. Padahal, hingga bulan Agustus lalu, harga batu bara terus merosot.
Pada 24 Agustus, batu bara menyentuh level US$ 47,50/ton yang merupakan level terlemah sejak terendah setidaknya sejak tahun 2009. Artinya akhir Agustus lalu hingga pekan ini, harga batu bara meroket lebih dari 77%, semua berkat konflik China dengan Australia.
Saat harga menanjak, tingkat ekspor batu bara Australia ke China justru merosot. Maklum saja, China sudah bertindak untuk mengurangi impor dari Australia.
Media China mengatakan bahwa perencana ekonomi utama negara tersebut (NDRC) memberikan persetujuan kepada pembangkit listrik untuk mengimpor batu bara tanpa pembatasan izin kecuali untuk Australia.
Kabar tersebut muncul menyusul laporan sebelumnya bahwa Beijing memberi pemberitahuan lisan kepada perusahaan setrum milik negara dan pabrik baja untuk berhenti mengimpor batu bara Australia.
Alhasil, ekspor batu bara Australia ke China nyungsep. Reuters melaporkan pada bulan Oktober ekspor batu bara Australia ke China sebesar 3,35 juta ton, merosot tajam dibandingkan bulan Juni sebesar 12,33 juta ton.
Konflik kedua negara tersebut justru menguntungkan bagi Indonesia, batu bara merupakan komoditas ekspor utama Indonesia, harganya yang meroket tentunya membuat pendapatan ekspor meningkat. Selain itu, China juga membeli lebih banyak batu bara dari Indonesia, untuk mengimbangi pengurangan pasokan dari Australia.