BI Kurang Sangar Nih, Masih Kalah Sama Filipina!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 December 2020 14:33
Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Gedung BI (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Ruang penurunan suku bunga acuan memang terbuka. Laju inflasi nasional sangat lemah, per November 2020 hanya 1,24% year-to-date dan 1,59% year-on-year. Masih di bawah target BI yaitu 2-4%.

Rupiah pun relatif aman, karena kebutuhan valas untuk impor berkurang seiring lemahnya permintaan domestik. Sejak akhir kuartal III-2020, rupiah perkasa dengan penguatan lebih dari 5% di hadapan dolar AS.

Memang ada kekhawatiran kalau suku bunga rendah maka berinvestasi di aset-aset keuangan Tanah Air (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) akan kurang menarik. Cuan yang didapat investor berkurang, arus modal jadi seret, dan rupiah berisiko melemah.

Akan tetapi, sebenarnya berinvestasi di Indonesia masih relatif menarik kalau dibandingkan negara-negara lain. Misalnya di obligasi pemerintah, imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun saat ini berada di 6,037%. Dengan inflasi yang 1,59% YoY, maka keuntungan riil yang diterima investor adalah 4,447%.

Sedangkan yield obligasi pemerintah Filipina tenor 10 tahun adalah 3,079% dan inflasi di 3,3% YoY. Jadi berinvestasi di surat utang pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte bukannya untung malah buntung.

Oleh karena itu, investor (terutama asing) masih berkerumun di dekat SBN. Per 15 Desember 2020, kepemilikan asing di SBN mencapai Rp 973,62 triliun, tertinggi sejak Maret 2020.

Plus, kebutuhan valas korporasi di dalam negeri sedang rendah karena perlambatan impor seiring permintaan yang belum kuat. Sudah lebih dari setahun impor mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif).

HALAMAN SELANJUTNYA >> BUNGA KREDIT MASIH MAHAL

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular