
Pasar "Mabuk" Likuiditas, Emas Bisa Meroket ke US$ 2.200

Stimulus fiskal serta stimulus moneter merupakan bahan bakar bagi emas untuk menanjak. Sehingga belum pastinya kapan stimulus tersebut akan cair membuat emas merosot kemarin dan hari ini setelah membukukan penguatan dalam 5 dari 6 perdagangan sebelumnya, dengan total 5,3%.
Selain itu, belum pastinya stimulus fiskal membuat bursa saham AS juga merosot kemarin, alhasil dolar AS yang selama ini tertekan kembali naik. Indeks dolar AS kemarin menguat 0,13% ke 91,087.
Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini bahkan sudah menguat 3 hari beruntun meski tipis-tipis. Total penguatan selama periode tersebut sebesar 0,43%, setelah merosot 1,2% pada pekan lalu dan menyentuh level terendah dalam 2,5 tahun terakhir.
Kenaikan indeks dolar tersebut juga menekan harga emas. Emas dibanderol dengan dolar AS, saat the greenback menguat, maka harga emas akan lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan berisiko menurun.
Meski demikian, ke depannya dolar AS diprediksi masih akan melemah, bahkan hingga 2 tahun ke depan.
Hasil survei terbaru dari Reuters terhadap 72 analis menunjukkan, sebanyak 39% memprediksi dolar AS akan melemah hingga 2 tahun ke depan. Persentase tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan prediksi lainnya. Sebanyak 10% bahkan memperkirakan dolar AS masih akan melemah lebih dari 2 tahun ke depan.
Sementara itu, 15% melihat pelemahan dolar AS hanya akan berlangsung kurang dari 3 bulan dan setelahnya mulai bangkit. 14% meramal pelemahan berlangsung kurang dari 6 bulan, dan 22% lainnya kurang dari 1 tahun.
Artinya, semua analis memprediksi dolar AS masih akan melemah, setidaknya hingga 3 bulan ke depan. Sehingga tekanan terhadap emas akan berkurang, bahkan berpeluang naik kembali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]