Hari ini, Jumat (4/12/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.100 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresiasi tipis 0,07% di hadapan dolar AS. Mata uang Negeri Paman Sam kembali ke Rp 14.100, target menuju ke bawah Rp 14.000 sepertinya masih harus tertunda.
Meski begitu, tren penguatan tetap layak disematkan di dada rupiah. Dalam sebulan terakhir, mata uang Ibu Pertiwi menguat 3,23% dan sejak akhir kuartal III-2020 (quarter-to-date) apresiasinya mencapai nyaris 5%. Luar biasa...
Tren penguatan rupiah tidak lepas dari tekanan yang dialami dolar AS. Pada pukul 08:00 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,09%.
Dalam sebulan terakhir, Dollar Index sudah anjlok hampir 3%. Sedangkan sejak akhir akhir kuartal III-2020 koreksinya mencapai 3,56%.
"Sentimen bearish terhadap dolar AS tidak akan pergi dalam waktu dekat. Setiap hari kita mendengar kabar bahwa vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) akan segera didistribusikan. Optimisme begitu membuncah sehingga kemungkinan kita bisa melihat pemulihan ekonomi yang lebh cepat pada 2021," kata Edward Moya, Senior Market Analyst OANDA yang berbasis di New York, seperti diberitakan Reuters.
Kabar terbaru, Sao Paolo Butantan Institute di Brasil telah mengikat komitmen untuk mendatangkan vaksin Sinovac asal China sebanyak 1 juta dosis. Saat ini vaksin tersebut sedang dalam uji coba tahap akhir di 16 lokasi di Negeri Samba.
Kemudian, Senat Brasil merestui anggaran BRL 2 miliar (sekitar Rp 5,48 triliun) untuk mendatangkan vaksin buatan AstraZaneca-Universitas Oxford. Dana ini akan digunakan oleh Fiocruz, pusat penelitian medis pemerintah Brasil, untuk mengimpor dan memproduksi vaksin AstraZaneca-Univeritas Oxford di Brasil.
Vaksin adalah kunci untuk menuju hidup normal seperti dulu, bebas dari rasa takut tertular dan jatuh sakit akibat serangan virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Ketakutan tertular virus membuat pemerintah (dan masyarakat atas kesadaran sendiri) membatasi kegiatan di luar rumah. Sebisa mungkin #dirumahaja, bekerja, belajar, dan beribadah di rumah.
Anjloknya aktivitas dan mobilitas publik membuat roda perekonomian mandek, bahkan bergerak mundur. Ekonomi dunia masuk 'jurang' resesi, kali pertama sejak Krisis Keuangan Global 2008-2009.
Berbeda dengan krisis 2008-2009 yang berpusat di sektor keuangan, krisis kali ini pangkalnya adalah masalah kesehatan. Pandemi membuat ekonomi dunia ikut ambruk.
Oleh karena itu, solusinya adalah mengatasi pandemi agar masyarakat bisa berkegiatan lagi. Jawabannya ya vaksin, yang mampu menghasilkan kekebalan tubuh terhadap virus corona.
Saat sebagian besar populasi dunia sudah menerima vaksin, maka akan terbentuk kekebalan kolektif (herd immunity). Ketika ini terjadi, maka rantai penularan akan terputus dan warga bisa lebih tenang beraktivitas di luar rumah. Ekonomi yang jatuh akan bangkit kembali.
Harapan akan kebangkitan ekonomi ini yang membuat investor bersemangat, tidak peduli akan risiko. Sikap seperti ini tentu merugikan buat aset aman seperti dolar AS.
Namun, hari ini rupiah belum bisa serta-merta menguat meski dolar AS masih lesu. Soalnya, ada kekhawatiran di benak investor (dan seluruh masyarakat) karena ledakan kasus corona.
Kemarin, tercatat ada 8.369 orang positif mengidap virus corona sehingga jumlah pasien positif menjadi 557.877 orang. Tambahan lebih dari 8.000 orang pasien baru adalah rekor tertinggi sejak virus corona mewabah di Tanah Air pada awal Maret 2020.
Pelaku pasar khawatir jika kondisinya tidak kunjung membaik maka pemerintah akan kembali memperketat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pengetatan PSBB sama saja dengan menyuntik mati aktivitas ekonomi.
Sudah terbukti bahwa pengetatan PSBB di DKI Jakarta pada pertengahan September 2020 membuat ekonomi mati suri. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Purchasing Managers' INdex (PMI), sampai penjualan ritel ambruk.
Selepas PSBB dikendurkan lagi, kegiatan ekonomi mulai bangkit. PMI manufaktur Indonesia kembali di atas 50 pada November 2020, pertanda bahwa dunia usaha mulai kembali berekspansi.
Namun kalau kasus corona terus-terusan melonjak, maka kesehatan dan keselamatan jiwa tentu jadi prioritas utama. Bukan tidak mungkin pemerintah akan kembali menegakkan PSBB secara murni dan konsekuen. Aktvitas sosial-ekonomi harus mengalah, sehingga Indonesia kian sulit lepas dari jerat resesi.
Benturan antara pelemahan dolar AS dan lonjakan kasus corona membuat langkah rupiah menjadi tidak menentu. Investor yang memilih wait and see membuat penguatan mata uang Tanah Air tertahan.
TIM RISET CNBC INDONESIA