Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah pun menghijau di perdagangan pasar spot.
Hari ini, Rabu (2/12/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menunjukkan angka Rp 14.164. Rupiah menguat 0,1% dibandingkan posisis hari sebelumnya.
Mata uang Tanah Air juga menguat di 'arena' pasar spot meski relatif terbatas. Pada pukul 10:04 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.090 di mana rupiah menguat 0,07%.
Senada dengan rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga menguat di hadapan dolar AS. Kali ini, ringgit Malaysia jadi yang terbaik di Benua Kuning.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia di perdagangan pasar spot pada pukul 10:04 WIB:
Rupiah dkk di Asia berhasil memanfaatkan tekanan yang dialami dolar AS. Pada pukul 09:13 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,1%.
Nasib baik tidak kunjung menghampiri mata uang Negeri Adidaya. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index sudah terpangkas lebih dari 3%.
Investor belum mau memburu dolar AS karena menanti perkembangan di Washington. Kali pertama selepas Pemilu, pemerintah dan kongres AS berecana untuk kembali membahas rencana stimulus fiskal.
Dalam keterangan tertulis, Ketua House of Representatives (salah satu dari dua kamar yang membentuk kongres) Nancy Pelosi mengatakan Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan mengkaji proposal yang diajukan kubu Partai Demokrat. Salah satunya adalah pemberian vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) harus gratis dan bisa dinikmati oleh siapa saja.
Keputusan stimulus harus cepat, karena tenggat waktu pengesahan anggaran tahun fiskal 2021 adalah 11 Desember 2020. Jika anggaran negara disahkan tanpa stimulus, maka berbagai subsidi termasuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) tidak bisa dieksekusi.
"Pelaku pasar masih mencari petunjuk apakah kesepakatan bisa tercapai. Secara umum, pelaku pasar skeptis pembahasan bisa berjalan lancar," kata Masafumi Yamamoto, Chief Currency Strategist Mizuho Securities, sebagaimana diwartakan Reuters.
Dolar AS juga terbeban data ekonomi terbaru. Pada November 2020, aktivitas manufaktur AS yang dicerminkan dari Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 57,5. Walau masih di atas 50, yang berarti dunia usaha ekspansif, tetapi menurun dibandingkan capaian bulan sebelumnya yaitu 59,3.
Pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam yang belum stabil menimbulkan ekspektasi bahwa Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan terus menjalankan kebijakan ultra-longgar. Selain mempertahankan suku bunag rendah, Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega diperkirakan bakal mempertimbangkan penyaluran stimulus tambahan.
Artinya, di satu sisi berinvestasi di dolar AS kurang menarik karena tren suku bunga rendah. Di sisi lain, likuiditas dolar AS bakal membludak jika The Fed jadi menggelontorkan stimulus.
Dolar AS pun tertekan kiri-kanan, nilainya turun dan semakin kurang berharga. Peluang ini mampu dimanfaatkan oleh mata uang Asia untuk menguat, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA