Jakarta,CNBC Indonesia- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Senin (30/11/20) berakhir di zona merah, terkoreksi parah 2,96% di level 5.612,41.
Anjloknya IHSG setelah investor melanjutkan aksi ambil untung pasca-IHSG yang melesat kencang sepekan terakhir dan kenaikan kasus Covid-19 dari dalam negeri sehingga potensi terjadinya PSBB ketat kembali mencuat.
Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan jual bersih masif sebanyak Rp 2,6 triliun di pasar reguler hari ini dengan nilai transaksi hari ini kembali memecahkan rekor di angka Rp 32,8 triliun.
Sentimen negatif dari dalam negeri datang dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya, lantaran penanganan Covid-19 di Indonesia bukan semakin membaik, malah kian memburuk.
Hal tersebut dikemukakan Jokowi saat memimpin rapat terbatas dengan topik pembahasan Laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, di Istana Merdeka, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
"Ini semuanya memburuk semuanya," tegas Jokowi, Senin (30/11/2020).
Berdasarkan data yang diterima Kepala Negara per 29 November 2020, rata-rata kasus aktif meningkat menjadi 13,41%. Meskipun masih lebih baik dari angka dunia, namun ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata kasus aktif minggu lalu yang berada di 12,78%.
"Tingkat kesembuhan juga sama. Minggu lalu 84,03%, sekarang 83,44%," katanya.
Sebagai informasi, kasus Covid-19 berkali-kali mencetak rekor selama November 2020. Hal ini sudah sepantasnya menjadi alarm tanda bahaya agar semua stakeholder, baik dari pemerintah sampai masyarakat untuk makin gencar menerapkan protokol kesehatan.
Tercatat sebanyak 4 kali Indonesia mencetak rekor pertambahan kasus harian. Yang tertinggi terjadi pada Minggu (29/11/2020) dengan 6.267 pasien Covid-19 dalam sehari.
Selain itu, juga ada rekor kasus kematian dengan 169 pasien meninggal dalam sehari pada 27 November 2020. Kemarin, kasus kematian juga menyamai rekor tersebut.
Senasib dengan IHSG, nilai tukar rupiah melemah melawan dolar AS pada perdagangan kemarin. Pelemahan hari ini menjadi awal yang kurang bagus bagi rupiah yang belum pernah melemah dalam 9 pekan terakhir. Rinciannya, rupiah mampu menguat selama 8 pekan, dan stagnan 1 pekan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% di Rp 14.060/US$ di pasar spot. Rupiah kemudian berbalik melemah hingga 0,46% ke Rp 14.135/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berhasil memangkas pelemahan ke Rp 14.090/US$, melemah 0,14%.
Sementara itu harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pada Senin (30/11/2020) mayoritas ditutup menguat, setelah kenaikan kasus virus corona menyebabkan investor beralih ke instrumen investasi yang lebih aman.
Yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara turun 3 basis poin ke level 6,188% hari ini.Yieldberlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang naik. Demikian juga sebaliknya.
Dari bursa saham acuan global, Wall Street terpantau terjadi lautan merah. Terpantau indeks acuan Dow Jones terkoreksi parah 0,89%, Indeks S&P 500 terkapar 0,45%, dan Nasdaq terkoreksi 0,06%.
Anjloknya bursa saham Paman Sam terjadi akibat Presiden AS yang kembali berulah setelah sang taipan properti berniat untuk melakukan blacklist terhadap dua perusahaan asal China.
Sontak saja ulah Trump kembali membuat pasar bereaksi negatif. Dikabarkan perusahaan produsen chip SMIC dan perusahaan produsen gas dan minyak offshore CNOOC asal negeri panda akan ditutup aksesnya oleh sang presiden dari para investor Paman Sam.
Selain kembali meningkatnya tensi AS-China oleh Trump yang masa kepemimpinanya hanya tinggal 2 bulan lagi, para pelaku pasar juga mulai menarik dananya karena takut angka Covid-19 akan kembali meledak di AS pasca libur hari raya thanksgiving.
"Hampir pasti akan terjadi kenaikan jumlah kasus corona karena itulah yang akan terjadi apabila banyak masyarakat yang berpergian," Ujar Dr. Anthony Fauci ahli penyakit menular top asal AS kepada CNN.
Sektor energi menjadi salah satu sektor yang tertekan setelah produsen minyak dan gas raksasa dijadwalkan akan bertatap muka untuk mendiskusikan apakah pemangkasan produksi akan dilanjutkan dimana pemangkasan ini dilakukan untuk memperbaiki harga minyak di tengah hantaman corona yang membuat lesu permintaan minyak.
Meskipun demikian muncul kabar baik dari Bank Sentral AS, The Fed yang mengatakan akan memperpanjang stimulus pinjaman yang akan berakhir pada akhir tahun menjadi paling tidak satu kuartal lagi.
Dow Jones sendiri mengakhiri bulan November dengan cukup baik dengan reli 12% dan menjadikan kenaikan bulan ini menjadi yang tertinggi sejak puluhan tahun lalu tepatnya Februari 1987.
Sentimen penggerak utama pasar modal dalam negeri tentu datang utamanya dari lautan merah yang tercipta di bursa Paman Sam, apalagi setelah pada perdagangan kemarin IHSG terkoreksi parah 2,96%.
Hal ini bisa menyebabkan psikologis para pelaku pasar kalah sebelum bertanding dan menyebabkan ketakutan dan aksi jual masif paling tidak pada awal perdagangan. Apalagi ditambah pasar regional Asia sepertinya juga kurang bersemangat hari ini yang ditunjukkan oleh indeks kontrak berjangka Nikkei yang sementara ambruk 1,17% serta kontrak serupa ASX Australia yang drop 1,54%.
Ketakutan kembali merebaknya Covid-19 juga muncul baik dari dalam dan luar negeri ditambah libur Natal dan Tahun Baru yang sudah semakin mendekat tentu saja memiliki kemungkinan untuk memperparah angka nCov-19.
Dari dalam dan luar negeri cukup banyak rilis data yang akan masuk radar untuk dipantau oleh para pelaku pasar pada perdagangan hari ini.
Pertama, tentunya rilis data inflasi bulan November oleh Badan Pusat Statistik (BPS), setelah pada kuartal kemarin alias tiga bulan berturut-turut selama Juli hingga September Indonesia membukukan deflasi yang menunjukkan masalah daya beli masyarakat yang kendor, akhirnya Indonesia berhasil membukukan inflasi pada bulan Oktober meski hanya sebesar 0,07%.
Pada bulan November sendiri konsensus masih meramalkan akan terjadi inflasi sebesar 0,21% yang tentu saja apabila memang terjadi akan menjadi sentimen positif bagi para pelaku pasar sebab angka ini mengindikasikan daya beli masyarakat sudah mulai kembali pulih dan menjadi inflasi tertinggi sejak Februari silam sebelum Covid-19 merebak di Tanah Air di angka 0,28%.
Selanjutnya rilis data yang tidak kalah penting yakni indeks Purchasing Managers' Index (PMI)sektor Manufaktur Nikkei bulan November. PMI biasanya menjadi cerminan aktivitas ekonomi dimana indeks ini menjadi salah satu indikator permulaan (leading indicator) yang berguna untuk meneropong arah perekonomian ke depan.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di atas 50 artinya ada ekspansi sementara di bawah 50 berarti kontraksi.
Kabar buruknya, naga-naganya PMI manufaktur Indonesia masih akan berada di level kontraksi yang terjadi sejak Februari silam sebelum Covid-19 menjadi isu ngetop di Tanah Air, tentu saja pengecualian terjadi di bulan Agustus dimana PMI manufaktur saat itu sukses mengagetkan para pelaku pasar karena berada di zona ekspansi 50,8.
PMI Manufaktur Indonesia diramalkan akan berada di angka 47,1 bahkan turun dari posisi bulan sebelumnya yakni 47,8 sehingga kecil harapan rilis PMI hari ini akan berhasil menunjukkan adanya ekspansi dan mengejutkan para pelaku pasar.
Tak hanya dari Indonesia, berbagai negara Benua Kuning dan Benua Biru juga akan merilis PMI Manufakturnya seperti, Australia, (Konsensus 56,1/ekspansi) Korea Selatan (50,9/ekspansi), Jepang (48,3/kontraksi), China (53,5/ekspansi), India (57,3/ekspansi), Spanyol (50,5/ekspansi), Italia (52/ekspansi), Perancis (49,1/kontraksi), Jerman (57,9/ekspansi), Uni-Eropa (53,6/ekspansi), Britania Raya (55,2/ekspansi), Brazil (66,9/ekspansi), Kanada (55,3/ekspansi), dan AS (58/ekspansi),
Dapat dilihat rata-rata perekonomian global yang ditunjukkan oleh sektor manufakturnya sudah berhasil berada di zona ekspansi yang menunjukkan roda perekonomian global sudah kembali berputar pasca diserang virus corona serta menunjukkan perekonomian dalam negeri masih mengalami lagging dibanding negara lain.
Jadi tidak ada yang mau nemenin Indonesia nih?
Berikut adalah sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data Neraca Dagang Korea Selatan periode November 2020 (07:00 WIB)
- Rilis data PMI Manufaktur Korea Selatan periode November 2020 (7:30 WIB).
- Rilis data PMI Manufaktur Jepang periode November 2020 (7:30 WIB).
- Rilis data PMI Manufaktur Indonesia periode November 2020 (7:30 WIB).
- Rilis data Inflasi Indonesia periode November 2020 (11:00 WIB)
- Rilis data PMI Manufaktur India periode November 2020 (12:00 WIB).
- Rilis data PMI Manufaktur Spanyol periode November 2020 (15:15 WIB).
- Rilis data PMI Manufaktur Italia periode November 2020 (15:45 WIB).
- Rilis data PMI Manufaktur Perancis periode November 2020 (15:50 WIB).
- Rilis data PMI Manufaktur Jerman periode November 2020 (15:55 WIB).
- Rilis data PMI Manufaktur Uni-Eropa periode November 2020 (16:00 WIB).
- Rilis data PMI Manufaktur Britania Raya periode November 2020 (16:30 WIB).
- Rilis data Inflasi Uni-Eropa periode November 2020 (17:00 WIB)
- Rilis data PMI Manufaktur Kanada periode November 2020 (21:30 WIB).
- Rilis data PMI Manufaktur Amerika Serikat periode November 2020 (21:45 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (kuartal III-2020YoY) | -3,49% |
Inflasi (Oktober 2020YoY) | 1,44% |
BI 7 Day ReverseRepoRate (November 2020) | 3,75% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (kuartal III-2020) | 0,36% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (kuartal III-2020) | US$ 2,05 miliar |
Cadangan Devisa (Oktober 2020) | US$ 133,66 miliar |
TIM RISETCNBCINDONESIA